KETUA GEMA NW YOGYAKARTA

Irawan adalah ketua GEMA NW Yogyakarta saat ini.

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

MAULANA SYEKH TGKH M.ZAINUDDIN ABDUL MADJID

Pendiri utama Nahdlatul Wathan.

STRUKTUR GEMA NW

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Futsalan Bareng

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Friday, November 21, 2014

Pemberdayaan (Oleh) Masyarakat (Suatu Pengantar)

Telah banyak orang yang menulis tentang pemberdayaan dengan konsep selangit dan retorika yang tak terbatas, namun kita masih kekurangan aplikasi dari semua itu, kita membutuhkan kerja kongkrit untuk turun lapangan, bukan hanya bermain kata-kata. Pemberdayaan yang diartikan sebagai menguatkan atau menjadi masyarakat berdaya dalam hidupnya, memang kini merupakan sesuatu yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.

Saya pribadi sudah mengamati beberapa lembaga pengabdian, dan diantaranya saya juga ikut terjun di dalamnya. Ada beberapa persoalan mendasar yang kita hadapai ketika terjun di lapangan, yang paling terlihat jelas itu adalah pembedayaan yang menjadikan masyarakat hanya sebagai objek, mereka menggunakan istilah “Pemberdayaan Masyarakat” yang sering kali disingkat PM.

Ketika masyarakat dijadikan sebagai objek, pemberdayaan hanyalah sebuah formalitas tanpa hasil yang jelas. Iya demikianlah kesimpulan saya setelah mengikuti beberapa program pengabdian masyarakat. Jika kita memposisikan masyarakat hanya sebagai objek, maka relawan (atau pengabdi) hanya akan memberikan bantuan konsep maupun tenaga dengan skala waktu tertentu. Jika ukuran waktu itu telah habis, maka proses di masyarakat juga selesai, dengan demikian aktivitas tersebut, hanya dikatan program pengabdian kepada masyarakat, bukan pemberdayaan.

Demikianlah kenapa kemudian saya mengajukan sebuah pandangan, bahwa istilah pemberdayaan masyarakat harus ditambah kata “oleh” diantara kedua kata tersebut, jadi redaksi yang kita gunakan adalah “pemberdayaan oleh masyarakat”. hal ini agar masyarakat tidak terkesan menjadi objek, tapi juga sebagai subjek aktivitas pemberdayaan.

Jika kita menelususri kata pemberdayaan, kata tersebut berasal dari kata berdaya yang memiliki imbuhan pem dan an. Sementara berdaya itu sendiri memiliki asal kata daya. Daya dimaknakan sebagai sebuah kekuatan yang ada dalam diri maupun kelompok. Dengan daya itulah seseorang maupun kelompok bisa bergerak. Dengan demikian pemberdayaan itu tentulah tugas yang tidak hanya menyangkut “luaran” diri seseorang maupun kelompok, tapi juga hal-hal yang bersifat internal seperti psikologis seseorang dan struktur dalam komunitas.

Dalam menjadikan masyarakat sebagai subjek, kita harus membagi pemberdayaan itu ke dalam dua hal, pemberdayaan individu dan pemeberdayaan kelompok. Pemberdayaan individu ditunjukkan kepada bagaimana membangun mental seseorang, sehingga dia mampu memiliki daya, yang mana nantinya hal tersebut akan dia tularkan kepada orang-orang disekitarnya. Pemberdayaan individu ini tentunya sangat erat kaitannya dengan penanaman spiritualitas pada diri seseorang, dalam hal ini, pemberdaya (relawan) harus memiliki kemampuan yang sifatnya psikologis.

Secara teoritis, memang wacana untuk menekankan aspek spiritualitas dalam melakukan suatu kegiatan pengembangan masyarakat telah banyak dicanangkan, misalnya saja sebagaimana yang dikonsepsikan Jim Ife dalam Teori Pengembangan Masyarakatnya. Namun demikian, sebagaimana yang saya katakan dimuka, kendala terbesar suatu pemberdayaan itu adalah minimnya aplikasi konsep. Artinya, konsep kita sudah begitu banyak, namun realitasnya masih saja jauh panggang dari api.

Sejauh ini, konsep pemberdayaan kita hanya menyentuh tataran komunal, sehingga aspek-aspek penting dalam individu seseorang tidak terjamah, padahal hal itu sangat menentukan nantinya ketika kita akan membentuk struktur pemberdayaan dalam hal komunal masyarakatnya. Artinya ada dua tahapan dalam pemberdayaan, tahapan individu dan tahapan kelompok.  

Pemeberdayaan individu haruslah matang, setelahnya barulah bisa dilanjutkan dengan pemberdayaan kelompok. Dalam tingkatan ini, pemberdayaan hanya mencakup bagaimana menghubungkan satu individu dengan individu lain untuk saling bekerjasama dalam rangka menemukan inovasi-inovasi maupun menyelesaikan problem-problem yang ada di masyarakat. Artinya, struktur pemberdayaan nantinya akan dibangung melalui komposisi individu-individu yang matang.

Dalam tulisan ini saya ingin menyinggung sedikit tentang sosok pemberdaya yang menerapkan model pemberdayaan sebagaimana di atas, sebut saja Pak Izar. Dia adalah seorang pemberdaya sejati, dia berasal dari Sidoarjo namun untuk kepentingan pemberdayaan dia telah menggadaikan dirinya untuk berjuang dan kini tinggal di Malang Selatan, Bajulmati.

Salah satu model pemberdayaan individu yang dilakukannya adalah membekali generasi muda dengan ilmu-ilmu agama (pendidikan). Uniknya, pendidikan yang beliau gagas cukup menarik, Pak Izar menerapkan konsep sekolah alam, dimana peserta didik di samping menerima materi-materi pelajaran dari buku, juga diajak untuk melakukan tadabbur alam dengan cara menelusuri sungai, mendaki gunung, juga mebersihkan pantai.

Hasil yang diperolah dari konsep pemberdayaan seperti ini juga cukup signifikan, Bajulmati kini bisa bernafas sedikit lega, karena disamping akses jalan yang sudah bagus akibat lobi-lobi birokasi oleh sang pemberdaya, juga karena mereka memiliki “tabungan emas” untuk generasi yang akan datang. Generasi emas inilah nantinya yang akan membentuk sebuah jaring pemberdayaan yang kuat (karena berakar pada individu), sehingga urusan pemberdayaan kelompok tidak terlalu berat.

Tentunya, pemberdayaan individu dan kelompok ini sebenarnya adalah satu, keduanya merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam menerapkan konsep “pemberdayaan oleh masyarakat”. Dalam konsep ini, sekali lagi, masyarakat tidak dijadikan sebagai objek semata, tapi juga berperan sebagai subjek, artinya masyarakat untuk masyarakat. Dengan demikianlah pemberdayaan yang sesungguhnya itu bisa tercapai. Semoga! 


Ditulis oleh: Muhammad War'i


Semiotika Jidat Hitam


Jidat hitam belakangan ini menjadi trand di beberapa kelompok atau komunitas. Orang-orang ketika melihat seseorang yang memiliki jidat yang hitam, maka pandangan atau pikiran mereka pasti akan merujuk kepada suatu kelompok yang kebanyakan pengikutnya berjidat hitam. Tanpa ingin menyebut merek kelompok tersebut, saya ingin membincang terkait fenomena jidat hitam tersebut. Tulisan ini hanyalah sebuah perbicangan semiotik yang ingin saya hadirkan sebagai diskusi kecil kita pagi ini.

Jidat hitam, secara ideologi sebenarnya salah satu tanda seorang yang rajin beribadah. Ini terdapat dalam ayat terakhir dalam surat al-fath. Kata atsaris sujud dalam ayat tersebut seringkali diinterpretasikan dengan jidat hitam. Iyah ini cukup rasional karena semakin sering seseorang sujud, maka akan terlihat tanda dari aktivitas tersebut berupa hitam sebagai konsekuensi alamiah jika pergesekan antara benda terjadi (antara kening dan tempat sujud).

Dewasa ini cukup banyak orang yang memiliki jidat hitam, apakah itu karena ketekunan ibadah ataupun yang lainnya. Biasanya beberapa kelompok dalam islam menjadikan hal tersebut sebagai identitas, artinya jika belum hitam keningnya maka keanggotaanya masih dipertanyakan. Kenyatan semacam ini membuat tanda jidat hitam (atsaris sujud) mengalami premordialisasi, yakni berupa penyempitan makna ketaatan beragama. seseorang yang memiliki jidat hitam sering kali dinilai sebagai seorang yang tekun ibadah atau menjadi bagian dari kelompok ideologi tertentu, padahal jidat hitam kadang kala bukan karena ketekunan ibadah, namun mungkin pernah kecelakaan dan sebagainya.

Memiliki jidat hitam bukanlah suatu yang patut dibanggakan, karena ukuran ketaatan seseorang bukanlah pada simbol-simbol yang diciptakan manusia, tapi pada bagaimana intraksi manusia dengan Tuhannya secara vertikal serta manusia lainnya secara horizontal. Bahkan sering kali memiliki jidat hitam menjadi guyonan beberapa orang. Saya pribadi (tanpa sadar ternyata saya memiliki jidat hitam) sering kali digurau oleh teman saya, katanya “engkau lebih pantas menggunakan baju koko dan celana panjang yang berukuran di atas mata kaki.”

Menanggapi hal tersebut, saya selalu mengarang cerita (untuk menghindari diri dari dikatakan kelompok tertentu), saya katakan bahwa tanda hitam di kening saya bukanlah karena saya rajin ibadah solat, tapi karena pernah kecelakaan. (ini sebenarnya dikarang oleh teman saya sendiri) dulu saat SMA saya ikut dalam klub pertandingan futsal, ketika akan mengheding bola, ternyata bolanya diambil kiper duluan dan akhirnya kening saya justru menyudul tiang gawang. Tentang cerita ini, seorang yang sebenarnya ingin meledek saya, justru dibuat tertawa. Ah, aku pun sering ikut tertawa.

Terlepas dari semua itu, tanda jidat hitam sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan, karena ketika itu adalah tanda seorang rajin ibadah, maka tentu itu adalah kebaikan, dan jika tanda itu karena kecelakaan tentu itu adalah kecerobohan. Maka dari itu yah biarkan saja toh semua memiliki tanda masing-masing untuk memaknai diri di hadapan Tuhan.

Tapi kemudian saya tertarik mengkaji jidat hitam secara semiotika. (hemmm, sambil memperbaiki kerah baju) dalam hal ini meminjam teori Roland Barthes tentang kode. Dia membagi kode itu menjadi lima macam. Dalam hal ini saya hanya menyebutkan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu kode semik. Kode semik atau kode konotatif adalah makna yang muncul dari proses interpretasi tanda karena adanya tema yang diketahui sebelumnya oleh pembaca tanda.

Nah, kembali kepada kasus jidat hitam, jika menggunakan kode semik ala Barthes, maka munculnya interpretasi jidat hitam sebagai tanda ketaatan beragama sangat dipengaruhi oleh pemahaman sebelumnya, bahwa orang yang memiliki tanda seperti itu biasanya adalah orang yang rajin solat. Namun interpretasi ini kemudian bergeser, yang sebelumnya menunjukkan demikian menjadi identitas kelompok tertentu. Interpretasi kedua ini juga dipengaruhi oleh pengetahuan pembaca tanda (jidat hitam) bahwa orang yang memiliki tanda demikian itu adalah anggota golongan ini atau itu. Dengan demikian, terjadi pergeseran paradigma (silahkan baca Thomas Khun).

Model interpretasi seperti ini membuat saya cendrung memahami bahwa fenomena jidat hitam memiliki dua konsekuensi, yang pertama seorang yang berjidat hitam cendrung diolok-olok, atau jika tidak demikian, cendrung dimasukkan ke dalam golongan tertentu. Ini adalah pemahaman yang saya tangkap dari beberapa intraksi sosial yang saya lakukan. Namun masih tersisa satu interpretasi yang mungkin sifatnya subjektif dan kalaim kebenaran kelompok. Kelompok yang menjadikan jidat hitam sebagai identitas penting di dalam kelompoknya memaknakan hal tersebut sebagai lambang ketaatan, mungkin saja ini dipengaruhi oleh ayat terakhir dalam surat al-Fath yang saya kemukakan di atas.

Jidat hitam, akhirnya kembali kepada pemahaman masing-masing, menurut latar interpretasi yang dimiliki seorang pengamat tanda. Apakah kita mau memaknakan itu sebagai ketaatan beragama atau bekas insiden kecelakaan, terserah! toh kita sama-sama punya urusan untuk memaknai setiap laku gerak kita dengan hal yang sebaik-baiknya. Tanda hanya gambaran yang bisa dibaca manusia dengan jutaan interpretasi yang dipastikan terjadi perbedaan di dalamnya.  



Tuesday, November 18, 2014

TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok ulama karismatik yang penting dalam sejarah perjuangan dan pembaharuan Islam di Indonesia



oleh: irawan
ABSTRAK
Pembaharuan Islam, merupakan suatu istilah yang perlu kita kaji kembali, persoalan pembaharuan Islam berimplikasi kepada bagaimana model dan cara dalam berfikir, beribadah, serta aktualisasi keIslama itu sendiri. Pembaharuan Islam masih perlu dikaji lagi dikarenakan masih perlunya model pembaharuan Islam yang baru yang sesuai dengan konteks masa kini.
Pembaharuan Islam di dunia mempengaruhi pola pikir ummat IslamIndonesia yang di mulai pada abad ke duapuluhan, antara tradisi setempat dengan budaya baru dalam Islam sering kali menjadi perdebatan, apakah bidah ataukah yang disebut kontekstualisasi Islam, maka disinilah peran pembaharu untuk memurnikan ajaran Islam itu sendiri.
TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok ulama karismatik yang penting dalam sejarah perjuangan dan pembaharuan Islam di Indonesia. Gagasan dan ide pembharuannya baik dalam ranah teologis, politik, dan sosial memberikan inspirasi bagi umat IslamIndonesia dan Lombok khususnya, namun dalam kancah nasiaonal sering kali TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid terlupakan. Hal inilah yang menarik para peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, namun sejauh penelusuran penulis belum banyak yang mengaji tentang sisi pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, meskipun ada itupun hanya kilasan biografis yang masih perlu menurut penulis meneliti lebih mendalam.
Rumusan pokok permasalahan yang  dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana genalogi pemikiran pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, dan bagaimna konsep pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, serta bagaimana implementasi pemikiran TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid dalam konteks sosial mayarakat Lombok?.  Adapun jenis penelitian yang digunakan berupa kajian pustaka (library research) yaitu penelitian yang bersumberpada penelitian terdahulu.  Penelitian ini menekankan sumber informasi dari karya-karya asli TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid ataupun penelitian sekunder yang berbentuk buku, majalah dll, yang berkaitan dengan penelitian ini dan penelitian ini memakai pendekatan historis teologis.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pengaruh lingkungan tempat TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid sekolah memberikan dukungan penuh bagi bangunan ide pembaharuan Islam yang ia bangun. Secara kalam TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid menganut paham  Ahl Sunnah Wal Jama'ah dan implementasi pembahrunnya ada pada ranah telogis, politik, dan sosial yang dapat terlihat sampai sekarang.

form

2/28/2014 Div isi Humas GEMA NW. Sek ertariat: Jl. Kusumanegara. No. 122 Yogy ak arta. Telp. 081997638394. (Fb; Gema NW Yogy ak arta) - Google Driv e
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 1/2
FORM SENSUS ANGGOTA GEMA NW YOGYAKARTA
I ni merupakan  f ormulir  sensus  anggot a GEMA  NW  -  Yogyakart a.  Wajib  diisi  oleh  semua  anggot a
GEMA NW  t anpa  t erkecuali,   unt uk memudahkan  koordinasi  dan  inf ormasi  t t d DI VI SI   HUMAS GEMA
NW
1.   NAMA  LENGKAP
2.   TTL
3.   STATUS
Mark   only  one  oval.
LAKI
PEREMPUAN
4.   ALAMAT ASAL
5.   ALAMAT  YOGYAKARTA
6.   SD/MI
7.   SMP/MTs
2/28/2014 Div isi Humas GEMA NW. Sek ertariat: Jl. Kusumanegara. No. 122 Yogy ak arta. Telp. 081997638394. (Fb; Gema NW Yogy ak arta) - Google Driv e
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 2/2
P ow ered by
8.   SMA/MA
9.   PENDIDIKAN  TERAKHIR
10.   UNI VERSI TAS/   INSTI TUSI
11.   FAKULTAS
12.   JURUSAN
13.   NO HP  /   EMAI L  /   FACEBOOK
Semuanya  di  isi
14.   PIN
Jika  ada
15.   PEKERJAAN
16.   HOBI
17.   KRI TIK DAN  SARAN

Pemikiran Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Tentang Pendidikan Islam Perempuan Dan Implementasinya di Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah di Lombok, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.


ABSTRAK
Ulyan Nasri, Pemikiran Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Tentang Pendidikan Islam Perempuan Dan Implementasinya di Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah di Lombok, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Kegelisahan akademik penulis sehingga menarik untuk diteliti yaitu Pertama, berangkat dari refleksi historis tentang Madrasah NBDI yang didirikan pada tahun 1943. Di mana pada tahun 1942-1945 merupakan tahun berkuasanya imperialisme Jepang. Di masa kolonialisme Jepang, lembaga pendidikan Islam (madrasah) mendapat ancaman ditutup. Kedua, faktor budaya patriarkhi yang beranggapan bahwa perempuan diasumsikan berada hanya didomain domestik an sich dan perempuan tidak diberikan kebebasan untuk keluar dan sekolah karena diklaim melanggar adat, serta perempuan lebih dominan mendapat diskriminasi (violence), marginalisasi, subordinasi, double burden dan streotipe Ketiga, lembaga pendidikan Islam formal belum ada.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif dan penelitian ini adalah kajian historis, sumber data primer, yaitu karyanya dalam Wasiat Renungan Masa I dan II. Sedangkan sumber data sekunder, yaitu buku-buku yang telah mengkaji pemikiran Zainuddin dan buku-buku yang berkaitan. Teknik penggalian data menggunakan metode wawancara tidak struktur (tidak tertulis), observasi, dan dokumentasi. Kemudian pendekatannya menggunakan pendekatan sosio-historis.
Teori yang digunakan untuk menyoroti pemikiran Zainuddin adalah teori pendidikan, pendidikan Islam, Islam dan pendidikan perempuan, dan pendidikan berwawasan gender. Teori tentang keseteraan, demokrasi, keadilan, dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan merupakan klasifikasi teori yang ditawarkan oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi merupakan teori yang digunakan untuk menganalsis pemikiran Zainuddin. Sedangkan teori tentang pendidikan berwawasan gender yang ditawarkan Mansour Fakih tentang keadilan bagi kedua jenis dalam memperoleh pendidikan merupakan teori yang digunakan untuk mencari relevansi pemikiran Zainuddin.
Hasil penelitian dalam tesis ini secara eksplisit pemikirannya tentang perempuan dapat dibagi menjadi dua paradigma yaitu, pandangan teologis dan sosiologis. Pertama, pandangan teologisnya, berangkat dari salah satu hadis yang mewajibkan laki-laki dan perempaun untuk menuntut ilmu. Kedua, pandangan sosiologisnya sehingga Zanuddin melakukan emansipasi perempuan untuk mendapatkan pendidikan dilatarbelakangi dengan kondisi perempuan yang terbelakang dari aspek pendidikan, karena faktor budaya patriarki.
Implementasi pemikiran Zainuddin teraktualisasi melalui dua lembaga pendidikan Islam yaitu madarasah NWDI untuk kaum laki-laki dan madrasah NBDI untuk kaum perempuan, dua lembaga ini merupakan bukti historis yang memliliki nilai keadilan gender dalam pendidikan, maka apabila direlevansikan pemikiran Zainuddin dengan konsep pendidikan berwawasan gender jelas memiliki keterkaitan, karena istilah gender lahir berdasarkan faktor ketidakadilan bagi salah satu jenis kelamin. Keadilan bagi kedua jenis dalam aspek pendidikan dapat dilihat dari dua lembaga pendidikan Islam yang didirikannya.
Kata Kunci: Pemikiran TGKH. M. Zainuddin AM, Pendidikan Berwawasan Gender

Thursday, November 6, 2014

Diskripsi


Devisi riset dan pengenmbangan GEMA NW

Divisi Riset dan Pengembangan Program adalah salah satu divisi yang ada di LPPI dan berada dibawah naungan serta koordinasi Direksi LPPI Bidang I dengan kegiatan utamanya riset dan pengembangan program. Tugas pokok divisi, antara lain menyelenggarakan kegiatan riset, baik dalam rangka pengembangan program-program yang dilaksanakan oleh Lembaga maupun dalam rangka memberikan jasa riset/penelitian yang disediakan untuk industri perbankan dan jasa keuangan.
Divisi Riset dan Pengembangan Program juga memiliki Tim Peneliti dan Pengembangan Program yang bertugas melakukan penelitian dan pengembangan modul pelatihan bidang manajemen, leadership, strategi bisnis dan operasional bank, termasuk merumuskan standar materi/bahan ajar dan menjaga kualitas pengajar.
Untuk melengkapi wacana terhadap perkembangan kondisi perbankan di tanah air, Divisi Riset dan Pengembangan Program juga memiliki Bagian Operasional Riset dan Pengembangan Program dengan tugas pokok menyelenggarakan proyek-proyek riset dan pengembangan program, termasuk pengelolaan perpustakaan dan dokumentasi.

STRUKTUR KAMI


GEMA NW YOGYAKARTA

Cendikiawan Muda, pelajar dan tokoh-tokoh Nahdlatul Wathan di Yogyakarta merupakan salah satu komponen ONW yang juga turut aktif dalam mengawal dan melaksanakan perjuagan NW sejak zaman reformasi hingga saat ini. Peran aktif cendikiawan muda, pelajar dan tokoh-tokoh NW di Yogyakarta telah melakukan tugas-tugas perjuangannya terutama melalu riset-riset akademis yang kemudian ahir-ahir ini kami bentuk dengan nama NW Studies College atau NWSC di Yogyakarta.
Cendikiawan Muda sebagai soko guru bangsa yang menentukan arah pembanguna harus sejak dini diperkenalkan dengan pendidikan berwawasan global dan kepemimpinan. Dan sudah saatnya sekarang Cendikiawan Muda NW di Yogyakarta dapat menciptakan lapangan pekerjaan demi perwujudan NW masa depan yang mandiri, kretaif-inovatif dan tentuantif-nuantuif.
Dengan semangat untuk turut mewarisi semangat perjuangan pembangunan NW yang telah dirintis dan dilakukan oleh para tokoh awal pendiri NW untuk dikembangkan di Yogyakarta, maka tepat pada tanggal 23 Juni 2013 terbentuklah Gerakan Intelektual Muda (GEMA) NW Yogyakarta sebagai wadah organisasi kemahasiswaan. Di awal kelahirnnya, GEMA NW Y berharap mampu mempersatukan semua cendikiawan muda, pelajar, mahasiswa dan seluruh simpatisan NW yang ada di berbagai wilayah Yogyakarta yang notabenenya berasal dari dua NW (Pancor dan Anjani). Begitu juga harapan besar untuk memperkokoh keutuhan dan kesatuan NW di Indonesia.


I.        Profil Singkat Gerakan Intelektual Muda (Gema) Nw Yogyakarta
Nama Organisasi: 
Gerkan Intelektual Muda ( GEMA) NW Yogyakarta

Proses Pembentukan Awal
DI awal tahun 2010-an bersama rekan-rekan berkumpul di Gedung Convensional Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang kebetulan saat itu menghadiri salah satu seminar internasional. Saat itu juga sudah sudah mulai tersebar kajian-kajian NW yang kemudian menjadi salah satu mata kuliah di kelas kami Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Dalam hati kami terfikir, selama ini keilmuan NW di Yogyakarta masih terpisah-pisah dalam riset personal. Kami kemudian berinisiatif menyatukannnya dengan harapan kajian NW secara akademis menjadi lebih tersistematis dan berkesinambungan.  Seminggu berikutnya kami berkumpul lagi di Asrama Ashari jln. Kusumanegara hingga pembicaraan kea rah GEMA NW yang dulunya Gerakan Mahasiswa NW Yogyakarta_yang saat itu masih bersifat seremonial. Akan tetapi sempat terhenti karena alas an akademis dari masing-masing kawan. Kajian-kajian NW pun sepi hingga memasuki 2012.
Ditahuan 2013 tepatnya awal bulan Juni, salah satu mahasiswa S1 Akidah Filsafat UIN SUKA mengundang kami dalam acara bincang-bincang untuk arah ke pembentukan organisasi. Forum saat itu kurang lebih 8 orang yang berasal dari berbagai universitas, UGM, UIN, UNY, UAD, STIKES dan sebagainya. Mereka cukup apresiatif_yang walaupun ada sedikit Tarik ulur dan akhirnya forum menyepakati terbentuknya lagi organisasi yang membawahi semua pelajar NW yang ada di Yogyakarta.
Untuk alasan penyempurnaan, bersama 7 orang kawan mengadakan pertemuan 2 hari berikutnya di salah satu kos mahasiswa S1 dan lahirlah beberapa keputusan yakni: 7 orang itu diberi nama tim perintis atau dewan pendiri serta pembincaraan mengenai PKP ( Persiapan Kongres Perdana) GEMA NW melalui perumusan AD/ART.
Setelah mencapai kesepakatan, dilanjutkan dengan pembentukan nama organisasi yang awalnya mengusulkan HIMMAH NW yang bernaung di HIMMAH pusat. Akan tetapi karena alasan kepengurusan dimana kita memiliki dua PBNW, maka diusulkan menajdi IMNW. Nama ini juga masih menjadi perdebatan dnegan pelbagai alasan struktural dan fungsional. Akhirnya setelah melalui proses perdebatan dan studi kelayakan, maka diusulkanlah GEMA NW Y yang kemudian disingkat dengan Gerakan Intelektual Muda Nahdlatul Wathan Yogyakarta. Pembahasan draf AD/ART itu memakan waktu kurang lebih 3 hari dan tepatnya hari Ahad, 30 Juni dilaksanakan pembahasan AD/ART yang menghasilkan beberapa keputusan yang telah tercantum di AD/ART itu sendiri. Sekaligus penetapan PKP GEMA NW.
Tepatnya hari Rabu, 3 Juli dilaksanakannya Kongres Perdana GEMA NW Yogyakarta yang bertempat di Asrama NTB dengan menghasilkan beberapa keputusan yakni pembentukan pengurus harian yang terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara dan beberapa keputusan lainnya seperti devisi-devisi


Tujuan:
Sesuai dengan Anggaran Dasar PPI Yogyakarta, tujuan dibentuknya organisasi adalah untuk mewujudkan insan yang beriman, berilmu, beramal, bertanggung serta memmiliki keluasan intelektul. GEMA NW Yogyakarta sebagai organisasi yang mewadahi mahasiswa di Yogyakarta juga merupakan sarana membangun kesalihan integral yang memiliki jiwa integratif-religius di kalangan pelajar dan masyarakat, memelihara martabat dan derajat bangsa. Disamping itu, GEMA NW Yogyakarta sebagai organisasi kepelajaran berorientasi pada pengembangan riset sosial-keagamaan dan kreatifitas pelajar NW di Yogyakarta.

Kantor Pusat:

Kantor pusat GEMA NW Yogyakarta berada di wilayah Yogyakarta yang menjadi pengurus pusat. Saat ini berada di jl. Kusumanegara No. 122 Yogyakarta telp. 081997638394