Oleh: Abdul Najib, S.Sos. I
(Pengurus GEMA NW Yogyakarta sekaligus mahasiswa Pasca Sarjana UIN Yogyakarta)
Abstrak
Permasalahan sosial kontemporer semakin hari semakin meningkat baik
kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu permasalahan kontemporer yang menjadi
masalah dunia dan memerlukan penanganan serius adalah masalah HIV/AIDS. Selain
HIV/AIDS, persoalan lain yang dihadapi kalangan masyarakat adalah keterbatasan
sumber daya pembiayaan bagi kegiatannya, kemerosotan karakter, pergaulan bebas,
narkoba, pemerkosaan, eksploitasi pekerja anak, kerusuhan sosia, dll.
Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
diperlukan upaya-upaya untuk menanggulanginya. Salah satunya dengan menerapkan berbagai kebijakan-kebijakan yang ada, yang berperan penting dari kebijakan ini adalah komisi penanggulangan AIDS nasional dan memiliki
andil yang besar dalam meminimalisir perkembangan HIV.
Untuk menunjang segala kebijakan di atas
diperlukan seorang ahli yang mampu menangani masalah tersebut salah satunya
adalah figur seorang pekerja sosial profesional. Untuk menunjang itu semua diperlukan berbagai metode, salah satunya adalah manajemen kasus. Metode ini merupakan asas penting dalam segala tindakan-tindakan preventatif
terhadap perkembangan HIV /AIDS.
Kata Kunci: HIV / AIDS, Kebijakan, Penanggulangan,
Pekerja Sosial
1.
Pengantar
Permasalahan sosial kontemporer semakin hari semakin meningkat baik
kualitas maupun kuantitasnya. Salah satu permasalahan kontemporer yang menjadi
masalah dunia dan memerlukan penanganan serius adalah masalah HIV/AIDS. Selain HIV/AIDS,
persoalan lain yang dihadapi kalangan masyarakat adalah keterbatasan sumber
daya pembiayaan bagi kegiatannya, kemerosotan karakter, pergaulan bebas,
narkoba, pemerkosaan, eksploitasi pekerja anak, kerusuhan sosial, pembunuhan,
menurunnya solidaritas social, dan masalah lainnya.[1]
Dalam kurun waktu lima belas tahun, epidemi Human
Immunodeficiency virus (HIV) memasuki kesadaran kita sebagai suatu bencana
yang tidak dapa dipahami, sudah menelan beribu-ribu korban, menimbulkan banyak
kesedihan dan kepeedihan yang sangat mendalam, menimbulkan ketidakpastian serta
kekhwatiran dan ketakutan, serta kehancuran ekonomi yang mengancam.[2]
AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immune Deficiency
Syndrome yaitu suatu kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh virus kekebalan
tubuh manusia. Virus tersebut dinamakan HIV (Human Immunodeficiency virus).
Sistem kekebalan tubuh biasanya melindungi tubuh terhadap serangan dari
penyakit-penyakit yang akan masuk, tetapi bila tubuh telah terinfeksi oleh HIV
secara otomatis kekebalan tubuh akan berkurang dan menurun sampai suatu saat
tubuh tidak lagi mempunyai daya tahan terhadap penyakit, bila itu terjadi,
penyakit yang biasanya tidak berbahayapun akan dapat membuat orang tersebut
menderita atau bahkan meninggal.[3]
Sampai saat ini belum ditemukan obat atau vaksin untuk menyembuhkan
AIDS. Orang yang telah terifeksi HIV dapat menularkan virus tersebut kepada
orang lain selama hidupnya, walaupun tidak merasa sakit dan tampak sehat. HIV
terutama banyak terdapat di dalam darah, sperma dan cairan vagina. Kepala
secretariat penanggulangan ADIS Nasional dr. Suharto SpkO, DPh, mengungkapakan
bahwa hamper di semua Negara angka HIV/AIDS mengalami peningkatan. Karena sifat
epidemic penyakit ini, pada orang terkena tidak ada tandanya, tidak kelihatan
sakit bahkan kelihatan normal. Jadi seperti fenomena gunung es, jumlah yang
kelihatan hanya sedikit dari jumlah yang sebenarnya. Selain itu, kemampuan
untuk mendeteksi kasus HIV/AIDS selama ini masih sangat terbatas.[4]
Namun hingga saat ini pemerintah dan berbagai lembaga yang dinaunginya
mulai menyusun berbagai strategi guna untuk melakukan penekanan terhadap
perkembangan virus tersebut. Berbagai langkah kebijakan telah diambil, namun pemerintah
masih membutuhkan partsipasi dari masyarakat, tokoh agama, dan LSM. Sehingga
dapat mempermudah proses kampanye, sosialisa, dan berbagai kegiatan yang dapat
menekan penularan terkait sengan virus HIV/AIDS.
Tujuan dari paper ini adalah ingin mendeskripsikan berbagai upaya
yang dilakukan guna untuk meminimalisir gejala-gejala penularan dan
perkembangan virus HIV yang saat ini menjadi bumeram bagi khalayak umum. Serta
mengetahui pola penanggulangan dan actor dibalik segala tindakan preventative yang
digunakan saat ini.
2. Deskripsi Masalah
a. Pengertian HIV dan AIDS?
HIV atau Human
Immunodeficiency Virus adalah virus yang
menyerang sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan
turunnya kekebalan tubuh manusia. Orang yang dalam darahnya terdapat virus HIV
dapat tampak sehat dan belum membutuhkan pengobatan. Namun orang tersebut dapat
menularkan virusnya kepada orang lain bila melakukan hubungan seks berisiko dan
berbagi alat suntik dengan orang lain.
AIDS merupakan
singkatan dari “Acquired Immune Deficiency Syndrome” adalah wabah penyakit yang terjangkit diakhir pertengahan abad ke dua
puluh.[5] Aids adalah
sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh. AIDS
disebabkan oleh infeksi HIV. Akibat menurunnya kekebalan tubuh pada seseorang
maka orang tersebut sangat mudah terkena penyakit seperti TBC, berbagai radang
pada kulit, paru, otak dan kanker. Stadium AIDS membutuhkan pengobatan
Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh.[6]
Sementara perbedaan
antara HIV dan AIDS adalah bahwa setiap orang penderita AIDS pasti terinfeksi
HIV, namun tidak semua orang dengan infeksi HIV menderita AIDS.[7]
b.
Prevalensi
Masalah HIV/AIDS (Data Statistik Nasional dan Internasional)
Setelah kasus pertama HIV/AIDS ditemukan pada
tahun 1981, dewasa ini telah merupakan pandemi, menyerang jutaan penduduk di
setiap negara di dunia dan menyerang pria, wanita serta anak-anak. WHO
memperkirakan bahwa sekitar 10-12 juta orang dewasa dan anak-anak di dunia
telah terinfeksi dan setiap hari sebanyak 5000 orang tertular virus HIV.
Menurut estimasi, pada tahun 2000 sekarang sekitar 10 juta penduduk akan hidup
dengan AIDS, 8 juta diantaranya akan mati. Pada saat itu laju infeksi pada
wanita akan jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi HIV 90% akan
terjadi di negara berkembang terutama di Asia, negara yang paling parah terkena
antara lain: Thailand diperkirakan antara 500 ribu dan 800 ribu penduduknya
telah terinfeksi, India sudah mencapai rata-rata antara 2-5 juta, di Bombay
sudah 50% pekerja seks dan 22,5% perempuan hamil sudah terinfeksi virus HIV.
AIDS di Indonesia ditangani oleh Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional dan Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) dan memiliki Strategi Penanggulangan AIDS
Nasional untuk wilayah Indonesia. Ada 79 daerah
prioritas di mana epidemi AIDS sedang meluas. Daerah tersebut menjangkau
delapan provinsi: Papua, Papua Barat, Sumatera
Utara, Jawa Timur, Jakarta, Kepulauan Riau, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.
Sekitar 170.000 sampai
210.000 dari 220 juta penduduk Indonesia mengidap HIV/AIDS. Perkiraan
prevalensi keseluruhan adalah 0,1% di seluruh negeri, dengan pengecualian
Provinsi Papua, di mana angka epidemik diperkirakan mencapai 2,4%, dan cara penularan
utamanya adalah melalui hubungan seksual tanpa menggunakan pelindung.[8]
Jumlah kasus kematian akibat AIDS di Indonesia diperkirakan mencapai 5.500
jiwa. Epidemi tersebut terutama terkonsentrasi di kalangan pengguna obat
terlarang melalui jarum suntik dan pasangan intimnya, orang yang berkecimpung
dalam kegiatan prostitusi dan pelanggan mereka, dan pria yang melakukan
hubungan seksual dengan sesama pria. Sejak 30 Juni 2007, 42% dari kasus AIDS yang dilaporkan ditularkan melalui hubungan heteroseksual dan 53% melalui
penggunaan obat terlarang.[9] Jadi
dapat disimpulkan bahwa secara kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 s.d. 30
Juni 2014, adalah: Jumlah HIV 142.950 dan AIDS 55.623.[10]
Permasalahan
HIV/AIDS semakin menunjukkan kecendrungan meningkat, sehingga perlu tindakan
untuk mengantisipasi peningkatan permasalahan HIV/AIDS. Banyak penyebab dari
tertularnya seorang oleh HIV/AIDS antara lain:
1.
Mereka yang
mempunyai banyak pasangan seksual, baik homo maupun hetero.
2.
Penerima
transfuse darah.
3.
Bayi yang
dilahirkan dari ibu yang positif HIV.
4.
Pecandu
narkotika secara suntikan.
5.
Pasangan dari
pengidap AIDS atau yang positif HIV.
6.
Prilaku seks
beresiko tinggi dan makin maraknya industry seks.
7.
Kurangnya
informasi tentang penularan HIV/AIDS dan masalah budaya.[11]
Faktor lain
yang menyebabkan terus meningkat kasus AIDS di Indonesia adalah kurangnya
informasi tentang penularan HIV/AIDS dan dan masalah budaya. Kultur kita masih
belum terbuka untuk membicarakan masalah yang sensitive. Seks masih dianggap tabu
untuk dibicarakan. Di satu sisi kita tidak bias mengubah masyarakat, masyarakat
punya kultur sendiri, punya cara dan budaya unik.[12]
Faktor budaya
berkaitan juga dengan fenomena yang muncul dewasa ini dimana banyak ibu rumah
tangga yang “baik-baik” tertular virus HIV /AIDS dari suaminya yang sering
melakukan hubungan seksual selain dengan istrinya. Hal ini disebabkan oleh
budaya permisif yang sangat berat dan perempuan tidak berdaya serta tidak
mempunyai bargaining position (posisi
rebut tawar) terhadap suaminya serta sebagian besar perempuan tidak memiliki
pengetahuan akan bahaya yang mengancamnya.
Kebijakan yang
dilaksanakan oleh pemerintah untuk menanggulangi masalah HIV /AIDS Selama ini
adalah melaksanakan bimbingan sosial pencegahan HIV /AIDS, pemberian konseling
dan pelayanan sosial bagi penderita HIV /AIDS yang tidak mampu. Selain itu
adanya pemberian pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian
dapat dihindari, harapan hidup dapat ditingkatkan dan penderita HIV /AIDS dapat
berperan sosial dengan baik dalam kehidupanya.[13]
c.
Teori-Teori
Tentang HIV/AIDS
Dalam makalah ini
penulis mencoba mendeskripsikan beberapa teori terkait asal-usul HIV/AIDS yang
beredar dan menjadi isu kontemporer terkait dengan kebenarannya. Di sini
setidaknya ada lima teori terkait dengan asal-usul AIDS, diantaranya:
1. Teori kera hijau, menurut teori yang dikemukakan oleh Dr. Robert Gallo,
peneliti AIDS terkemuka di dunia, dan diikuti oleh para ahli virus kanker
terpandang dan ahli epidemiologi pemerintah AS, HIV berasal dari kera hijau
Afrika. Dengan resmi dinyatakan bahwa virus kera tersebutmelakukan “lompatan
spesies dan masuk ketubuh bangsa kulit hitam. Dari semua ini bermigrasi ke
Haiti dan Manhattan. Setelah virus tersebut masuk ke dalam lingkungan
masyarakat heteroseksual kulit hitam di akhir tahun 1970an, ia secara cepat
menyebar kepada jutaan penduduk kulit hitam melalu transfuse darah yang
terinfeksi HIV, jarum suntik yang kotor hubungan seks dengan banyak orang.[14]
2. Teori Chimpanse, pada tanggal 1 Februari 1991, Lawrence K. Altman, dokter
yang sudah lama bekerja sebagai penulis di New York Times, melaporkan dengan
penuh tanggung jawab bahwa “silang sengketa tentang asal usul Virus AIDS
tampaknya telah teratasi:. Sebuah tim peneliti Universitas Alabama diketuai
oleh Beatrice Hahn, melakukan penelitian virus terhadap tiga chimpanse di hutan
Afrika dan telah pula meneliti bagian-bagian tubuh yang dibekukan dari seekor
chimpanse bernama Marilyn, yang ditemukan secara kebetulan di sebuah lemari es.
Chimpanse tersebut telah di tes positif HIV pada tahun 1985. Atas dasar
keseluruhan riset ini Hanh mengatakan
bahwa sebuah subspecies umum dari chimpanse adalah sumber virus yang paling
dekat hubungan dengan HIV.[15]
3. Teori Pencemaran Vaksin, teori asal usul AIDS lainnya adalah yang
menyatakan bahwa HIV berasal dari vaksin polio terkontaminasi dengan
virus-virus kera dan chimpanse, yang diberikan pada penduduk Afrika di akhir
dasawarsa 1950an.[16]
4. Teori Penyakit Buatan Manusia, di tahun 1985, Unisoviet menimbulkan
kecemasan internasional dengan menyatakan bahwa AIDS muncul sebaga hasiil
percobaan yang dilakukan di Amerika sebaga bagian dari
pengembangan-pengembangan senjata-senjata biologi baru. Charles Pillar mengakui
bahwa meskipun tidak ada bukti yang diajukan untuk mendukung kebenaran
pernyataan tersebut, memanipulasi gen untuk mengalahkan sistem kekebalan tubuh
adalah sangat mungkin dilakukan.[17]
5. Teori Konspirasi. Beberapa orang mengatakan bahwa virus HIV adalah rekayasa
manusia. Dari survey yang dilakukan di Amerika Serikat, didapatkan hasil bahwa
sebagian besar responden berkulit hitam mempercayai bahwa virus HIV memang
diciptakan untuk memusnahkan sebagian besar orang berkulit hitam serta para
homoseksual. Beberapa bahkan meyakini bahwa virus HIV disebarkan di seluruh
dunia melalui program imunisasi campak maupun melalui uji coba program
vaksinasi Hepatitis B kepada kaum homosexsual. Sejauh ini, masih belum ada satu
teoripun yang mampu menjelaskan dengan memuaskan bagaimana SIV pada binatang
bisa menyeberang menjadi HIV pada manusia.[18]
Menyinggung mengenai
beberapa konsep teori yang digambarkan oleh beberapa ahli penulis melihat bahwa
teori yang beredar selama ini masih sangat umum dan belum bersifat komprehensif
sehingga masih terjadi simpang siur terkait masalah kebenarannya. Berbicara
tentang teori asal-usul HIV/AIDS sangat sulit untuk bisa ditemukan titik
akhirnya, karena sebagian para ilmuwan memiliki pendapat yang berbeda tentang
isu epidemik ini. diantara ilmuawan tersebut; Dr. Robert Gallo, Lawrence K.
Altman, Edward Hooper, Charlrs Pillar, dan Keith Yamamoto.
Asal-usul AIDS tidak
akan dapat ditentukan secara pasti tanpa adanya penjelasan yang masuk akal.
walaupun ditolak sepenuhnya oleh kebanyakan ilmuwan, teori AIDS sebagai ciptaan
manusia adalah sebuah penjelasan rasional tentang asal-usul HIV. Teori ini
sebagiannya di dasarkan atas sebuah kesadaran akan adanya aktivitas pencemaran
gen dan eksperimen virus yang menjebol dinding spesies oleh para ilmuwan tak
bertanggung jawab selama dua decade sebelum terjadinya epidemi.[19]
d.
Perubahan Teori
dan Implikasinya Terhadap Perubahan Persepsi serta Pendekatan dalam HIV/AIDS
Perubahan teori yang ada selama ini yang
berimplikasi pada bagaimana perubahan persepsi atau pendekatan dalam isu HIV
seperti yang diungkapkan dalam buku 100 Tanya Jawab Tentang HIV dan AIDS,
bahwa di tahun-tahun awal epidemik AIDS, tidak lama setelah penemuan HIV, ada
beberapa ilmuwan yang menyatakan bahwa AIDS tidak disebabkan oleh infeksi HIV.
Mereka mengemukakan sejumlah penjelasan alternatif, menduga bahwa AIDS
disebabkan oleh penyalagunaan obat terlarang dan zidovudine. Para ilmuwan ini
menyatakan bahwa Postulat Koch belum terpenuhidan memperingatkan bahwa
antiretroviral, bukanya menyelamatkan jiwa, justru mengakhiri hidup secara
prematur.
Mereka yang disebut “ilmuwan” yang berpegang
teguh kepada hipotesis mereka yang dudah tidak dapat dipercayai melupakan salah
satu prinsip dasar dari ilmu pengetahuan. Para pengikut pengikut mereka yang
sudah menyusut jauh (sebagian besar meninggal secara prematur) sekarang
menganggap “penyangkalan HIV” lebih sebagai kutukan daripada sebagai hipotesis
ilmiah. Mereka mempengaruhi kebijakan paling sedikit satu pemerintah yang
mencari cara agar tidak perlu membayar terapi antiretroviral dan mereka
mempunyai orang-orang yang mudah ditipu agar tidak mencari pengobatan untuk
penyakit yang fatal.[20]
Stigma dan diskriminasi
bagi orang dengan HIV/AIDS tidak hanya dapat dihilangkan dengan program pembagian obat
ARV secara gratis saja model pendekatan seperti ini merupakan hanya
satu cara di anatara sekian cara. Dalam hal ini, stigma
dan diskriminasi juga menyangkut masalah psikis dan struktur sosial masyarakat.
Oleh karena itu, dibutuhkan ide atau program yang dapat memproyeksikan
keselarasan pikiran yang logis serta hati nurani yang mencerminkan empati
terhadap pemenuhan kebutuhan mendasar bagi ODHA. Dalam hal ini, persepsi
terhadap orang dengan HIV-AIDS harus tampil secara manusiawi dan menghargai eksistensi ODHA
sebagai salah satu bagian dari kelompok masyarakat yang ikut memberikan dampak
bagi pola penanggulangan HIV-AIDS.
Stigma adalah
persoalan khas yang masih terus terjadi pada ODHA, terutama stigma sebagai pendosa,
tidak bermoral. Padahal proses pemaparan HIV tidak hanya berlatar belakang pada
persoalan tersebut. Masalah ODHA tidak sebatas pada proses bagaimana ODHA
terinfeksi. Masalah ODHA ini juga semakin kompleks ketika ia harus menjalani
kehidupan sehari-hari. Berbagai persoalan terus membuntuti, seperti stigma. Jadi
beban ODHA tidak hanya terkait masalah medis, tetapi juga masalah kultur sosial
bagaimana masyarakat menempatkan posisi ODHA, termasuk stigmatisasi yang
terjadi pada masyarakt. Kesalahpahaman atau kurang lengkapnya pengetahuan
masyarakt tentang HI/AIDS seringkali berdampak pada stigmatisasi (sangka buruk)
terhadap ODHA.[21] Adapaun perlakuan yang didapatkan oleh ODHA adakalanya tidak empati
dan jauh dari nilai-nilai kemanusiaan:
1.
Diskriminasi,
diperlakukan secara berbeda-beda dan tanpa alas an yang jelas, misalnya ras,
agama, gender.
2.
Kekerasan, pada
kasus pemberitaan terhadap seorang pekerja seks misalnya, media melakukan
kekerasan karena telah mengekspose seorang pekerja sekstanpa minta izin akibatnya
ia dikucilkan.
3.
Sensasional,
dalam pemberitaan HIV/AIDS, seringkali judul berita menampilkan sesuatu sangat
bombastis, tidak sesuai dengan realitas yang ada.[22]
Hukuman sosial bagi penderita HIV/AIDS, umumnya lebih berat bila dibandingkan dengan
penderita penyakit mematikan lainnya. Kadang-kadang hukuman sosial tersebut
juga turut tertimpakan kepada petugas kesehatan atau sukarelawan, yang terlibat
dalam merawat orang yang hidup dengan HIV/AIDS (ODHA).
Sebagaimana kita ketahui
bahwa masyarakat masih belum bisa menerima
keberadaan ODHA. Stigma terhadap ODHA masih cukup banyak ditambah lagi dengan
sikap yang menghakimi, menjauhkan, mengucilkan, mendiskriminasi, bahkan sampai
perlakuan yang tidak hanya melanggar hak asasi manusia tetapi juga kriminal. Kondisi
seperti ini membuat ODHA hampir tidak bisa mendapatkan pelayanan langsung.
Hasil pemantauan pelanggaran HAM terhadap ODHA yang dilakukan oleh yayasan
spiritual menunjukkan bahwa dari tahun ke tahun ODHA masih sulit mendapatkan
akses pelayanan langsung, bukan saja dari layanan umum akan tetapi juga dari
keluarga dan lingkungan terdekatnya. Perlakuan yang manusiawi ini sebagian
besar disebabkan karena ketidaktahuan informasi yang benar tentang HIV / AIDS
dan penularannya, apalagi cara – cara merawat dan memberi dukungan terhadap
ODHA.
Situasi seperti
ini tidak akan memberikan jalan apapun untuk mencegah penyebaran virus
tersebut, justru hanya memperburuk keadaan. Masalah HIV/AIDS mempunyai dampak yang sangat luas tidak hanya
di bidang kesehatan saja tetapi juga di bidang sosial, budaya, ekonomi,
sehingga merupakan masalah nasional yang kompleks dan menjadi tanggung jawab
semua sektor baik pemerintah maupun masyarakat. Jadi masalah HIV/AIDS bukan
semata-mata masalah kesehatan tetapi sudah mencakup semua bidang baik
pendidikan, agama, hukum, pariwisata, keuangan, maupun ketahanan nasional. Dalam konteks
ke Indonesiaan penulis mencoba memaparkan beberapa implikasinya terhadap ODHA
yang ada di Negara ini diantaranya:
1.
Dampak Demografi
Salah satu efek jangka panjang
endemi HIV dan AIDS yang telah meluas seperti yang telah terjadi di Papua
adalah dampaknya pada indikator demografi. Karena tingginya proporsi kelompok
umur yang lebih muda terkena penyakit yang membahayakan ini, dapat diperkirakan
nantinya akan menurunkan angka harapan hidup. Karena semakin banyak orang yang
diperkirakan hidup dalam jangka waktu yang lebih pendek, kontribusi yang
diharapkan dari mereka pada ekonomi nasional dan perkembangan sosial menjadi
semakin kecil dan kurang dapat diandalkan. Hal ini menjadi masalah yang penting
karena hilangnya individu yang terlatih dalam jumlah besar tidak akan mudah
dapat digantikan. Pada tingkat makro, biaya yang berhubungan dengan kehilangan
seperti itu, seumpama meningkatnya pekerja yang tidak hadir, meningkatnya biaya
pelatihan, pendapatan yang berkurang, dan sumber daya yang seharusnya dipakai
untuk aktivitas produktif terpaksa dialihkan pada perawatan kesehatan, waktu
yang terbuang untuk merawat anggota keluarga yang sakit, dan lainnya,juga akan
meningkat.[23]
2.
Dampak Terhadap Sistem Pelayanan Kesehatan
Tingginya tingkat
penyebaran HIV dan AIDS pada kelompok manapun berarti bahwa semakin banyak
orang menjadi sakit, dan membutuhkan jasa pelayanan kesehatan. Perkembangan
penyakit yang lamban dari infeksi HIV berarti bahwa pasien sedikit demi sedikit
menjadi lebih sakit dalam jangka aktu yang panjang, membutuhkan semakin
banyak perawatan kesehatan. Biaya langsung dari perawatan kesehatan tersebut
semakin lama akan menjadi semakin besar. Diperhitungkan juga adalah waktu yang
dihabiskan oleh anggota keluarga untuk merawat pasien, dan tidak dapat
melakukan aktivitas yang produktif. Waktu dan sumber daya yang diberikan untuk
merawat pasien HIV dan AIDS sedikit demi sedikit dapat mempengaruhi program
lainnya dan menghabiskan sumber daya untuk aktivitas kesehatan lainnya.[24]
3.
Dampak Terhadap Ekonomi Nasional
Mengingat bahwa HIV
lebih banyak menjangkiti orang muda dan mereka yang berada pada umur produktif
utama (94% pada kelompok usia 19 sampai 49 tahun), epidemi HIV dan AIDS
memiliki dampak yang besar pada angkatan kerja, terutama di Papua. Epidemi HIV
dan AIDS akan meningkatkan terjadinya kemiskinan dan ketidakseimbangan ekonomi
yang diakibatkan oleh dampaknya pada individu dan ekonomi. Dari sudut pandang
individu HIV dan AIDS berarti tidak dapat masuk kerja, jumlah hari kerja yang
berkurang, kesempatan yang terbatas untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji
yang lebih baik dan umur masa produktif yang lebih pendek.
Dampak individu ini
harus diperhitungkan bersamaan dengan dampak ekonomi pada anggota keluarga dan
komunitas. Dampak pada dunia bisnis termasuk hilangnya keuntungan dan
produktivitas yang diakibatkan oleh berkurangnya semangat kerja, meningkatnya
ketidakhadiran karena izin sakit atau merawat anggota keluarga, percepatan masa
penggantian pekerja karena kehilangan pekerja yang berpengalaman lebih cepat
dari yang seharusnya, menurunnya produktivitas akibat pekerja baru dan
bertambahnya investasi untuk melatih mereka. HIV dan AIDS juga berperan dalam
berkurangnya moral pekerja (takut akan diskriminasi, kehilangan rekan kerja,
rasa khawatir) dan juga pada penghasilan pekerja akibat meningkatnya permintaan
untuk biaya perawatan medis dari pusat pelayanan kesehatan para pekerja,
pensiun dini, pembayaran dini dari dana pensiun akibat kematian dini, dan
meningkatnya biaya asuransi.[25]
4.
Dampak Terhadap Tatanan Sosial
Adanya stigma dan
diskriminasi akan berdampak pada tatanan sosial masyarakat. Penderita HIV dan
AIDS dapat kehilangan kasih sayang dan kehangatan pergaulan sosial. Sebagian
akan kehilangan pekerjaan dan sumber penghasilan yang pada akhirnya menimbulkan
kerawanan sosial. Sebagaian mengalami keretakan rumah tangga sampai perceraian.
Jumlah anak yatim dan piatu akan bertambah yang akan menimbulkan masalah
tersendiri. Oleh sebab itu keterbukaan dan hilangnya stiga dan diskriminasi
sangat perlu mendapat perhatian dimasa mendatang.[26]
5.
Dampak Sosial Ekonomi
Dampak ekonomi yang akibat
dari HIV / AIDS sendiri terjadi bukan hanya semata-mata karena dikarenakan jumlah orang yang terinfeksi HIV yang tinggi,
tetapi juga karena orang yang terinfeksi kebanyakan berada pada usia yang
produktif yaitu antara 15-40 tahun. Dalam rentan
usia yang produktif tersebut, terdapat ODHA yang tidak dapat melaksanakan
fungsinya untuk mencari nafkah, membesarkan anak, memberikan pendidikan
terhadap anak dan lain-lain. Dampak sosial ini tidak
hanya terjadi pada saat orang yang terinfeksi HIV berupa kehilangan pekerjaan,
tetapi juga mempunyai dampak ekonomi karena memerlukan biaya perawatan dan
biaya pengobatan yang cukup besar. Demikian juga untuk masa yang akan datang
dampak ini akan terasa pada generasai penerus yakni akan terjadi kemiskinan
yang lebih berat bagi keluarga maupun bagi negara. Anak-anak dari orang tua yang terinfeksi HIV akan menjadi yatim piatu,
kehilangan pendidikan dan sebagainya.[27]
3.
Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS (Pilihan-Pilihan Kebijakan)
Strategi
Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk setiap upaya
penanggulangan HIV/AIDS di Indonesia, baik oleh pemerintah, masyarakat LSM,
keluarga, perorangan, universitas dan lembaga-lembaga penelitian, donor dan
badan-badan internasional agar dapat bekerja sama dalam kemitraan yang efektif
dan saling melengkapi dalam lingkup keahlian dan kepedulian masing-masing
berdasarkan Pasal 5 Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1994.
Strategi
Nasional ini disusun dengan sistematika, Prinsip-prinsip dasar penanggulangan
HIV/AIDS, Lingkup program, peran dan tanggung jawab, kerjasama internasional
dan pendanaan. Kegiatan penanggulangan AIDS dikomandoi oleh Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) yang diketuai oleh Menko Kesra dan di daerah oleh
KPAD. Kegiatannya meliputi pencegahan, pelayanan, pemantauan, pengedalian dan
penyuluhan. Adapun sasaran Masyarakat Terkena Infeksi HIV/AIDS, terutama:
- Kelompok
resiko tinggi yaitu: Wanita tuna susila (WTS), karyawati panti pijat,
night club, bar dan diskotik, waria, narapidana, kelompok gay, penderita
penyakit menular seksual.
- Kelompok
resiko rendah yaitu: Donor darah, ibu hamil, calon tenaga kerja indonesia
(TKI), pelajar/mahasiswa, karyawan.
Kebijakan penanggulangan HIV/AIDS yang dilaksanakan selama ini
seperti melaksanakan bimbingan social pencegahan HIV/AIDS, pemberian konseling
dan pelayanan social bagi penderita HIV/AIDS yang tidak mampu serta pemberian
pelayanan kesehatan sebagai langkah antisipatif agar kematian dapat dihindari belum
menunjukkan hasil yang menggembirakan khususnya di Indonesia jumlah penderita
HIV/AIDS cendrung meningkat terutama yang menggunaka jarum suntik dan melalui
prilaku seksual.[28]
Adapun upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk menekan meningkatnya tertularnya
virus HIV/ antara lain:
1.
Melakukan
pencegahan-pencegahan pada lingkungan agar tidak terkena penularan virus
HIV/AIDS melalui kampanye dan penyuluhan penggunaan jarum suntik yang steril.
Kampanye dan penyuluhan penggunaan jarum suntik dan penggunaan kondom dapat
dilakukan:
a)
Peningkatan
kesadaran kelompok resiko tinggi pecandu narkoba yang menggunakan jarum suntik
dan masyarakat tentang penularan bahaya HIV/AIDS
b)
Penyuluhan di
sekolah-sekolah (SLTP, SMA, dan Perguruan Tinggi)
c)
Cakupan
penyuluhan harus luas yang meliputi seluruh masyarakat termasuk masyaraakat
yang ada di pedesaan
d)
Kampanye
dilakukan melalui pendekatan agama.[29]
2.
Melakukan
pengobatan, untuk mereka yang sudah positif terkena HIV/AIDS, tindakan yang
bisa dilakukan adalah dengan memberikan obat yang efeknya hanya untuk
penderitaan dan meningkatkan kemungkinan hidup si penderita, sehingga si
penderita tetap melakukan aktivitasnya. Obat tersebut ARV merupakan singkatan dari Antiretroviral, yaitu obat yang dapat menghentikan reproduksi HIV di dalam tubuh.
3.
Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan
nilai-nilai agama dan budaya yang ada di Indonesia.
4.
Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan
dan memperkukuh ketahanan dan kesejahteraan keluarga, serta sistem dukungan
sosial yang mengakar dalam masyarakat.
5.
Setiap orang berhak untuk mendapat informasi
yang benar untuk melindungi diri dan orang lain terhadap infeksi HIV.
6.
Setiap kebijakan, program, pelayanan dan
kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat dari para pengidap HIV
penderita AIDS dan keluarganya.
7.
Diusahakan agar peraturan perundang-undangan
mendukung dan selaras dengan Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS di semua
tingkat.[30]
8.
Memberikan
sanksi hukum yang tinggi kepada penyala guna narkotika yang menggunakan jarum
suntik. Sedangkan program strategis yang dilakukan oleh Komisi Penanggulangan
AIDS Nasional antara lain:
a.
Program
Pencegahan.
b.
Program
Dukungan, Perawatan dan Pengobatan.
c.
Program
Pengurangan Dampak Buruk.[31]
Jadi Strategi
penanggulangan HIV dan AIDS ditujukan untuk mencegah dan mengurangi risiko
penularan HIV, meningkatkan kualitas hidup ODHA, serta mengurangi dampak sosial
dan ekonomi akibat HIV dan AIDS pada individu, keluarga dan masyarakat, agar
individu dan masyarakat menjadi produktif dan bermanfaat untuk pembangunan.
Skenario strategi dan rencana aksi ini pada tahun 2014 adalah bahwa 80%
populasi kunci terjangkau oleh program yang efektif dan 60% populasi kunci berperilaku
aman. Kesimpulan tentang strategi
pencegahan HIV melalui program nasional dapat dikategorikan menjadi dua macam
di antaranya:
a. Kebijakan Umum
1. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus
memperhatikan nilai-nilai agama dan budaya/norma kemasyarakatan dan kegiatannya
diarahkan untuk mempertahankan dan memperkokoh ketahanan dan
kesejahteraan keluarga;
2. Mengingat luasnya respon dan
permasalahan, maka upaya penanggulangan AIDS harus dilakukan melalui suatu
gerakan secara nasional bersama sektor dan komponen lain;
3. Upaya penanggulangan HIV AIDS harus
menghormati harkat dan martabat manusia serta memperhatikan keadilan dan
kesetaraan gender;
4. Upaya pencegahan HIV AIDS pada anak
sekolah, remaja dan masyarakat umum diselenggarakan melalui kegiatan
komunikasi, informasi dan edukasi guna mendorong kehidupan yang lebih sehat;
5. Upaya pencegahan yang efektif
termasuk penggunaan kondom 100% pada setiap hubungan seks berisiko, semata-mata
hanya untuk memutus rantai penularan HIV;
6. Upaya penanggulangan HIV AIDS
merupakan upaya-upaya terpadu dari peningkatan perilaku hidup sehat, pencegahan
penyakit, pengobatan dan perawatan berdasarkan data dan fakta ilmiah serta
dukungan terhadap ODHA
7. Upaya penanggulangan HIV AIDS
diselenggarakan oleh masyarakat, pemerintah, dan LSM berdasarkan prinsip
kemitraan. Masyarakat dan LSM menjadi pelaku utama sedangkan pemerintah
berkewajiban mengarahkan, membimbing dan menciptakan suasana yang mendukung
terselenggaranya upaya penanggulangan HIV AIDS;
8. Upaya penanggulangan HIV AIDS
diutamakan pada kelompok masyarakat berperilaku risiko tinggi tetapi harus pula
memperhatikan kelompok masyarakat yang rentan, termasuk yang berkaitan dengan
pekerjaannya dan kelompok marginal terhadap penularan HIV AIDS.
b. Kebijakan Operasional
1. Pemerintah pusat bertugas melakukan
regulasi dan standarisasi secara nasional kegiatan program AIDS dan pelayanan
bagi ODHA
2. Penyelenggaraan dan pelaksanaan
program dilakukan sesuai azas desentralisasi dengan Kabupaten/kota sebagai
titik berat manajemen program;
3. Pemerintah berkewajiban menjamin
tersedianya ARV maupun reagen pemeriksaan secara berkesinambungan;
4. Pengembangan layanan bagi ODHA
dilakukan melalui pengkajian menyeluruh dari berbagai aspek yang meliputi :
situasi epidemi daerah, beban masalah dan kemampuan, komitmen, strategi dan
perencanaan, kesinambungan, fasilitas, SDM dan pembiayaan. Sesuai dengan
kewenangannya pengembangan layanan ditentukan oleh Dinas Kesehatan.
5. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa
HIV AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar dan mendapat persetujuan
yang bersangkutan (informed consent). Konseling yang memadai harus
diberikan sebelum dan sesudah pemeriksaan, dan hasil pemeriksaan diberitahukan
kepada yang bersangkutan tetapi wajib dirahasiakan kepada pihak lain;
6. Setiap pemberi pelayanan
berkewajiban memberikan layanan tanpa diskriminasi kepada ODHA.
7. Keberpihakan kepada ODHA dan
masyarakat (patient and community centered); Upaya mengurangi infeksi
HIV pada pengguna napza suntik melalui kegiatan pengurangan dampak buruk (harm
reduction) dilaksanakan secara komprehensif dengan juga mengupayakan
penyembuhan dari ketergantungan napza;
8. Penguatan dan pengembangan program
diprioritaskan bagi peningkatan mutu pelayanan, dan kemudahan akses terhadap
pencegahan, pelayanan dan pengobatan bagi ODHA.
9. Layanan bagi ODHA dilakukan secara
holistik, komprehensif dan integratif sesuai dengan konsep layanan perawatan
yang berkesinambungan.
10. Pengembangan layanan dilakukan
secara bertahap pada seluruh pelayanan yang ada sesuai dengan fungsi dan strata
pelayanan dengan mempertimbangkan kemampuan dan kesiapan sarana, tenaga dan
dana.
11. Pencapaian target program nasional
juga memperhatikan komitmen dan target internasional.
4.
Peran Pekerja
Sosial Dalam Kasus HIV/AIDS
a.
Pola Pendekatan
dalam Mengatasi
Permasalahan HIV/AIDS
Melihat
eksistensi pekerja sosial di Indonesia saat ini yang masih tergolong muda
pekerja sosial memiliki peran yang cukup sentral dalam memecahkan
masalah-masalah sosial dalam hal ini kaitannya dengan masalah HIV/AIDS. Berbagai macam
pendekatan dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di
Indonesia.
Sebagaimana diketahui, biasanya penanganan
masalah merupakan langkah yang mengikuti definisi atau identifikasi masalah dan
diagnosis masalah. Di antara masalah tersebut, sering kali dikatakan bahwa
mendefinisikan masalah relatif lebih muda dibandingkan langkah-langkah
berikutnya. Langkah ini lebih banyak bersifat menyatakan kepada khalayak akan
adanya masalah sosial yang perlu pemecahan.[32]
Sebagaimana diketahui, masalah sosial adalah
kondisi yang tidak diharapkan, dianggap dapat merugikan kehidupan sosial dan
bertentangan dengan standar sosial yang telah disepakati. Untuk mengetahui
keberadaan masalah sosial dalam kehidupan masyarakat diperlukan identifikasi.
Dilihat dari fokus perhatian dalam identifikasi masalah social dapa dibedakan
dalam dua pendekatan individual dan sistem.
Dalam pendekatan individual masalah sosial atau
kondisi yang dianggap bermasalah lebih dilihat pada level individu sebagai
warga masyarakat. Sudah tentu yang dilihat sebagai masalah adalah prilaku
individu. Sedangkan dalam pendekatan sistem, yang dianggap bermasalah bukan
prilaku orang perorangan sebagai individu, tetapi masyarakat sebagi totalitas,
masyarakat sebagai sistem.[33]
Pendekatan-pendekatan di bawah ini dapat
mempengaruhi nilai-nilai di dalam melakukan intervensi seorang pekerja sosial. Berikut
adalah pendekatan untuk permasalahan HIV-AIDS di Indonesia. Secara umum,
berbagai pendekatan tersebut diantaranya:
1. Pendekatan Agama
Pendekatan ini bersifat
individual dalam arti sangat berhubungan dengan keyakinan masing-masing orang
terhadap ajaran agamanya. Semakin orang yakin akan ajaran agamanya, semakin
pendekatan ini efektif kegunaannya. Melalui pendekatan agama diajarkan bahwa
masalah sosial timbul bila terjadi pelanggaran terhadap norma-norma agamanya.
Pelanggaran terhadap norma
agama akan mendapat sanksi yang kadang sifatnya sangat abstrak dan sangat
tergantung kepada keyakinan para penganutnya (keyakinan tentang adanya sorga
bagi yang berbuat baik dan neraka bagi orang “jahat”) Pendekatan ini lebih
terasa keeffektifannya dalam kerangka preventif dengan cara penanaman nilai
nilai agama sejak dini dari tiap keluarga dalam masyarakat.
Internalisasi nilai-nilai agama pada tiap individu anggota masyarakat diharapkan ia bisa
menjadi benteng ataupun juga filter dalam menyaring pengaruh negatif dari
sekelilingnya atau dengan kata lain dapat mencegah terjadinya
pelanggaran-pelanggaran terhadap nilai-nilai dan norma agama yang pada
gilirannya mencegah terhadap terjadinya masalah-masalah sosial.
2. Pendekatan Hukum
Antara pendekatan hukum
dan pendekatan agama ada kesamaan segi historis, dalam arti pendekatan hukum
dalam memandang fenomena masalah sosial bisa bersumber pada pendekatan agama.
Hanya pada pendekatan hukum biasanya ia berlaku bagi semua anggota masyarakat
dimana ia bertempat tinggal dan hukum tersebut diberlakukan.
Pendekatan ini bisa
besifat preventif dalam arti masalah sosial dapat dicegah melalui upaya
sosialisasi norma-norma hukum yang berlaku dalam masyarakat maupun bersifat
kuratif atau rehabilitatif dalam arti terhadap pelaku pelanggar norma hukum
akan diberikan sanksi tertentu dan diadakan pembinaan agar dia tidak lagi
melakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap norma hukum. Mereka yang berperan
dalam pendekatan ini antara lain adalah para penegak hukum maupun aparat
pemerintah yang berwajib.
3. Pendekatan Jurnalistik
Dengan pendekatan
jurnalistik dimaksudkan sebagai usaha penyebarluasan informasi yang berkaitan
dengan masalah sosial melalui tulisan-tulisan di media cetak. Melalui
pendekatan ini masalah sosial diusahakan untuk dikenalkan pada masyarakat baik
dalam arti masalah sosial itu sendiri maupun sebab-akibat serta cara-cara
menghadapinya. Sampai saat ini majalah,
surat kabar masih menjadi sarana yang berharga dalam membangkitkan kesadran
masyarakat akan bahaya narkoba, Prostitusi, HIV/AIDS dan masalah-masalah sosial
lain.
4. Pendekatan Seni
Pendekatan seni adalah
suatu upaya yang dilakukan para seniman (seni drama, musik, tari, lukis, sastra
dsb) untuk membangun simpati kemanusiaan sehubungan dengan sistuasi sosial yang
bermasalah.
Dalam pendekatan ini juga
harus memperhitungkan kelompok yang jadi sasaran.(misal melalui musik, apabila
yang jadi sasaran pendekatan adalah anak muda, maka musik yang digunakan juga
musik yang sesuai dengan selera anak muda, begitu juga dengan ksenian lainnya,
misalnya wayang cocok untuk digunakan pada masyarakat desa di Jawa dst).
5. Pendekatan Ekologi
Yaitu suatu metode
pendekatan yang yang didasarkan atas konsep dan prinsip ekologi ,dalam arti
menelaah masalah sosial sebagai hasil interrelasi antara masyarakat manusia
dengan lingkungannya pada suatu ekosistem. pada pendekatan ini kita tidak
memisahkan komponen masyarakat manusia dari komponen lingkungannya.
Melalui pendekatan
ekologi, pertumbuhan masyarakat manusia di tempat-tempat tertentu, baik di
perkotaan maupun di pedesaan dengan segala aspeknya dipelajari dan dikaji
pengaruhnya tehadap lingkungan setempat. Diteliti pengaruhnya tadi apakah tetap
seimbang ataukah menimbulkan ketimpangan, sampai sejauh mana ketimpangan tadi
menyebabkan terjadinya masalah sosial bagi masyarakat setempat.
Melalui pendekatan ekologi
dikaji kemampuan daya tampung lingkungan alam tehadap kehidupan masyarakat
manusia di tempat tertentu. Sedangkan daya tampung lingkungan yaitu suatu ukuran
tertentu yang menunjukkan jumlah individu yang dapat ditunjang oleh lingkungan
tersebut. Manusia merupakan bagian
dari alam, bukan penguasa alam oleh karena itu perbuatan manusia yang
serampangan tidak terencana yang menimbulkan ketimpangan lingkungan akhirnya
merugikan dan mengancam kehidupan ,manusia itu sendiri. Sejak tahun
1960an hingga saat ini, perspektif ekosistem telah menjadi pendekatan yang
paling berpengaruh dalam sejarah dan perkembangan pekerjaan social di dunia.[34]
6. Pendekatan Interdisipliner dan Multidispliner
Karena subsistem masalah
sosial banyak jumlahnya, kita harus menggunakan disiplin ilmu sosial yang juga
lebih dari satu. Dengan demikian, pada pendekatan ini kita gunakan disiplin
ilmu sosial yang sesuai dengan jumlah subsistem masalah yang kita analisa dan
kita kaji, disebut pendekatan interdisipliner.
Pada pendekatan ini,
masalah sosial didekati, dianalisa dan dikaji dari berbagai disiplin ilmu
sosial secara serentak dalam waktu yang sama. Masalah sosial yang kompleks
sesuai dengan subsistem masalahnya diunngkapkan dari berbagai disiplin akademis
seperti : Sosiologi, Ekonomi, Antropologi, Politik, Geografi, Psikologi,
Sejarah dst, bahkan mungkin dari disiplin akademis diluar ilmu sosial.
Dalam mengkaji masalah
sosial yang kompleks melalui pendekatan interdisipliner atau pendekatan sistem,
perlu memiliki kemampuan interdisipliner dan sistem. Kemampuan tersebut baik
yang ada dalam diri kita, maupun kerjasama dengan berbagai keahlian dari
berbagai bidang keilmuan.
Selain pendekatan secara
umum tersebut, terdapat pendekatan yang biasa digunakan oleh pemerintah dan
praktek pekerjaan sosial. Pendekatan tersebut terbagi dua yaitu pendekatan
praktis dan pragmatis. Pendekatan praktis dan pragmatis selama ini sudah sering
dilakukan oleh pemerintah dan para penggiat pekerjaan sosial.
b.
Peran Pekerja Sosial
dalam Penanganan Masalah HIV/AIDS
Ketika menyinggung peran pekerja sosial maka yang
menjadi tantangan kedepan seorang pekerja
sosial adalah mengembangkan
sebuah program intervensi yang secara sinergis dapat memadukan pendekatan
praktis dan pragmatis dalam sebuah kerangka intervensi yang komprehensif dan
berkelanjutan.
Model serta peran pekerja sosial dalam penanganan
dan memecahkan masalah HIV/AIDS dengan melakukan pendekatan
bersama pemerintah secara pragmatis dan praktis tadi terdapat juga pendekatan
lain yang memang secara khusus lebih sering dilakukan untuk memecahkan masalah
sosial, dalam hal ini HIV-AIDS melalui pendekatan manajemen kasus, seorang pekerja
sosial memiliki peranan yang besar dalam hal ini. Peranan adalah
sekumpulan kegiatan altruistis yang dilakukan guna tercapainya tujuan yang
telah ditentukan bersama antara penyedia dan penerima pelayanan. peranan
merupakan cara yang dilakukan oleh seseorang untuk menggunakan kemampuannya dalam
situasi tertentu.[35]
Menyinggung mengenai peran pekerja sosial maka
tidak akan terlepas dengan model Manajemen kasus (Case
mangement) adalah salah satu pendekatan yang dilakukan oleh pekerja sosial. Manajemen kasus merupakan pelayanan terpadu dan
berkesinambungan yang diberikan kepada ODHA untuk dapat menghadapi permasalahan
dalam hidupnya. Masalah
kesinambungan Manajemen Kasus HIV baru bisa diatasi jika Manager kasus HIV
menjadi pegawai fasilitas layanan kesehatan yang juga menerima gaji.[36]
Jadi manajemen kasus adalah jasa atau layanan
yang mengaitkan dan mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan
penyedia dukungan medis, psikososial, dan praktis bagi orang-orang yang
membutuhkan bantuan itu.
Manajemen kasus adalah salah satu metode pelayanan
yang biasa dipergunakan untuk mambantu ODHA. Pelayanan manajemen kasus oleh
pekerja sosial ini menggunakan pendekatan pada individu secara holistik dan
terpadu yang mengkoordinasikan sistem-sistem sumber yang ada di lingkungannya (
lembaga pemerintah atau non pemerintah, keluarga dan sebagainya untuk memenuhi
kebutuhan dan pemecahan masalahnya. Manajemen Kasus adalah pelayanan yang
mengkaitkan dan mengkoordinasi bantuan dari berbagai lembaga dan badan penyedia
pendekatan dan dukungan pekerja sosial, pekerja sosial medis, medis,
psikososial, dan praktis bagi individu-individu yang membutuhkan bantuan itu.
Pendekatan itu mempunyai tiga sisi utama yaitu Bio, Psiko dan Sosial.
Manajemen kasus ini berkonsentrasi pada upaya meningkatkan kondisi
kesehatan pasien berdasarkan intervensi keperawatan yang spesifik, dalam
kegiatannya manajemen kasus dilakukan oleh manajer kasus. Jadi Manajemen kasus
HIV-AIDS merupakan pelayanan yang berkesinambungan yang melibatkan atau
bekerjasama dengan dengan sektor lain,
Manajemen kasus telah menjadi sarana yang
efektif untuk membantu ODHA sejak 1980-an. Dengan meningkatnya tahun, maka
pelayanan manajemen kasus berkembang lebih baik. Pada tahun-tahun awal epidemik
HIV telah dikembangkan sejumlah program manajemen kasus di pusat – pusat
penanganan wabah HIV di daerah perkotaan untuk memenuhi makin banyaknya
kebutuhan medis dan psikososial ODHA. Selain dari beberapa
pernyataan di atas maka ada beberapa peran pekerja sosial dalam manajemen kasus
selaku menejer, diantaranya:
1. Pekerja Sosial sebagai manager kasus, bertujuan untuk mencapai
kesinambungan pemberian pelayanan keluraga dan invidu melalui proses
penghubungan antara klien dan pelayanan yang diinginkan dan pengkoordinaran
pemanfaatan pelayanan tersebut. Peran pekerja sosial sebagai manager kasus
mempunyai arti penting bagi klien yang menggunakan pelayanan yang disajikan
oleh agen-agen pelayanan. Sebagai manager kasus, pekerja sosial mempunyai
cakupan yang luas dalam aktvitasnya. Pekerjaannya dimulai dengan
mengidentifikasikan jenis bantuan yang diperlukan, melakukan penyelidikan
terhadap faktor yang menjadi penghalang dalam mengatasi masalah, mendukung
klien untuk mencoba mengeksplorasikan semua potensinya, memberikan kesempatan
kepada klien untuk memperoleh pelayanan langsung. Rumusan suatu kasus mungkin
merupakan perencanaan pelayanan yang menunjukkan kebutuhan-kebutuan yang
diperlukan klien.
2. Pekerja Sosial Sebagai seorang professional, bertujuan untuk mulai bekerja
dengan kode etik pekerja sosial dan praktek-prakteknya yang kompetensi sangat
berperan dalam pengembangan profesi pekerjaan sosial. Pada dasarnya tindakan
seorang profesional adalah penuh etika dan bertanggung jawab serta bijaksana.
Pekerja sosial harus secara konsisten mengembangkan ketrampilan dan
pengetahuannya untuk meningkatkan mutu pelayanannya.
3. Bertanggungjawab atas terjaminnya kerahasiaan informasi yang terkait dengan
anak dan keluarganya, selama maupun setelah proses layanan manajemen kasus.
4. Dapat membuka atau memberikan informasi kepada pihak lain yang berkepentingan dengan penyelenggaraan layanan atas
sepengetahuan dan setelah mendapatkan persetujuan dari ODHA atau orang tua atau walinya yang sah.[37] Untuk
lebih spesifiknya tahapan manajemen kasus, menurut DEPSOS proses manajemen
kasus HIV dan AIDS dibagi dalam lima tahapan:
1. Penerimaan
Awal
Proses manajemen kasus HIV dimulai dengan wawancara awal dan dalam
banyak situasi dikombinasikan dengan penerimaan. Tujuan utama wawancara awal
adalah membangun hubungan yang menyenangkan yang memfasilitasi pengembangan
hubungan kerja kolaboratif dan membangun citra pekerja sosial sebagai
penghubung yang aman. Dalam pertemuan pertama ini, peran sebagai penyuluh
krisis mungkin akan penting karena memasuki suatu sistem penyampaian pelayanan
seringkali terdorong oleh adanya krisis yang memerlukan intervensi segera.
Informasi tentang cakupan pelayanan yang tersedia juga dipadukan dalam
wawancara awal.
Selama penerimaan itu, dilakukan penilaian awal kebutuhan klien
dengan tujuan menjembatani kesenjangan antara kebutuhan pelayanan dan sumber
daya sistem. Dalam tahap ini dilakukan tinjauan hak – hak dan kewajiban klien
serta prosedur mengajukan keluhan bila terjadi pelayanan yang tidak sesuai dan
diperoleh persetujuan klien untuk mendaftarkannya dalam sistem penyediaan
pelayanan.
2.
Pengkajian
Proses pengumpulan informasi yang mencakup wawancara tatap muka
serta pengumpulan data sekunder dari petugas pelayanan kesehatan dan pelayanan
masyarakat. Ini adalah proses kerjasama dan interaktif dimana klien dan manajer
kasus mengumpulkan, menganalisis dan memprioritaskan informasi yang
mengidentifikasi kebutuhan dan sumberdaya, potensi klien untuk menyusun rencana
menangani kebutuhan yang diidentifikasi.
3.
Perencanaan
Rencana pelayanan sangat penting dalam upaya manajemen kasus dan
rencana ini disusun berdasarkan informasi yang dihimpun dalam tahap penilaian.
Manajer kasus dan klien bekerja sama untuk menyusun daftar masalah dan isu
serta untuk merumuskan sasaran jangka panjang dan jangka pendek yang mendukung
tujuan menyeluruh pemeliharaan kesehatan dan kemandirian. Diperlukan
perencanaan spesifik, yang berpedoman pada sasaran realistik, untuk
memprioritaskan kegiatan dan mengidentifikasi cara perolehan, pemantauan, dan
pengkoordinasian pelayanan di kalangan lembaga penyedia pelayanan dan sistem
perawatan kesehatan.
Perlu diidentifikasi dengan jelas tanggung jawab semua pihak dan
batas waktu realistik untuk mencapai sasaran melalui kegiatan yang relevan.
Jika pilihan pelayanan tidak tersedia untuk memenuhi kebutuhan, manajer kasus
mungkin perlu mempertimbangkan pilihan antara upaya membantu pencarian pilihan
dan mendesain solusi antara.
Hal ini lebih mungkin terjadi jika nilai – nilai budaya atau
praktik klien tidak sejalan dengan program yang ada, jika klien didiagnosis
mengidap lebih dari satu penyakit seperti HIV, penyalahgunaan obat -obatan, dan
kelainan mental. Atau jika klien bertempat tinggal di daerah pedesaan yang
sedikit tersedia pelayanan yang khusus menangani HIV.
4.
Pelayanan Pengkaitan dan Rujukan
Dalam tahap implementasi, Pekerja Sosial dan klien berupaya
melaksanakan rencana pelayanan. Jika persetujuan untuk merujuk telah diperoleh,
manajer kasus dapat memainkan beberapa peran untuk memfasilitasi klien menerima
pelayanan, termasuk sebagai perantara, pemantau, pendukung, dan pembimbing.
Sebagai perantara, manajer kasus menghubungi penyedia pelayanan lainnya untuk
memudahkan perujukan klien dan mungkin juga mengatur pelayanan tambahan seperti
pengantaran klien ke tempat rujukan pada waktu yang ditentukan. Setelah klien
dirujuk ke tempat pelayanan, manajer kasus tetap berhubungan dengan klien
secara teratur untuk memastikan bahwa klien telah menerima pelayanan dan hal
itu dilakukan dengan cara yang tepat. Adakalanya manajer kasus mungkin perlu
mengatasnamakan klien, untuk memastikan penerimaan pelayanan yang diperlukan.
Sebagai pembimbing, manajer kasus mendorong klien untuk mengantisipasi hambatan
dalam mengakses dan menggunakan pelayanan dan, jika perlu, bekerja sama dengan
klien untuk menanggulangi hal itu.
Rencana pelayanan biasanya dilaksanakan mendokumentasi kemajuan
klien secara seksama, termasuk tanggal hubungan, informasi tentang siapa yang
pertama kali menghubungi dan tindakan apapun yang dilakukan sebagai tindak
lanjut dari hubungan itu. Hambatan pelaksanaan rencana juga harus dicatat,
termasuk kepuasan klien dalam pelaksanaan rencana, perubahan yang terjadi dalam
pelaksanaannya, dan kemajuan yang diraih dalam upaya mencapai tujuan dan
sasaran. Dalam kaitan ini yang sering membantu dalam menanggulangi kesulitan
implementasi adalah supervisi pekerjaan sosial profesional, dukungan rekan
sejawat, dan konferensi kasus antar dan intra lembaga.
5.
Monitoring dan
Evaluasi
Upaya untuk memastikan mutu program manajemen kasus, termasuk
evaluasi hasil, semakin penting. Bukan hanya karena penyandang dana menghendaki
informasi lebih banyak tentang efektivitas program manajemen kasus dalam
memenuhi kebutuhan klien, tetapi juga karena bidang manajemen kasus HIV - AIDS
berubah dengan cepat, sehingga staf dan administrator harus dapat menggunakan
waktu yang tersedia secara efektif.
Kegiatan evaluasi dapat mencakup penilaian kepuasan klien terhadap
pelayanan yang disediakan, penentuan apakah populasi yang terjangkit dalam
wilayah tertentu mengetahui ketersediaan pelayanan, dan pelaksanaan survey
penyedia pelayanan dalam hubungannya dengan kepuasan mereka dengan pelayanan
manajemen kasus.
Selain metode evaluasi tradisional itu, sebagian program mengkaji
evaluasi berdasarkan hasil. Contoh evaluasi hasil dapat mencakup apakah
manajemen kasus membantu klien untuk mentaati perawatan atau apakah manajemen
kasus meningkatkan kadar aksesibilitas perawatan. Penting diperhatikan bahwa
proses peningkatan mutu berlangsung pada tataran mikro dan makro kondisi
pelayanan, upaya memenuhi kebutuhan klien, serta masyarakat yang terpengaruh. Segala
kegiatan yang bersangkutan diatas meruapak tanggung jawab penuh bagi seorang
pekerja sosial professional.
5. Kesimpulan / Catatan Penutup
a. HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang menyerang
sel darah putih di dalam tubuh (limfosit) yang mengakibatkan turunnya
kekebalan tubuh manusia. Semantara AIDS atau Acquired Immune
Deficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena
turunnya kekebalan tubuh. AIDS disebabkan oleh infeksi HIV.
b. Sejarah asal usul HIV/AIDS Kejadian ini berawal
pada musim panas di Amerika Serikat tahun 1981 dan terus mengalami perkembangan
seiring dengan berjalannya waktu. Terkait dengan asal-usul HIV beberapa teori
telah menyampaikan berbagai argumennya seperti, teori kera hijau, chimpanse,
teori pencemaran vaksin, teori penyakit pembuatan manusia, dan teori
konspirasi,
c.
Dengan melihat data maupun keterangan yang
telah dijabarkan dengan penyebaran virus yang pada setiap tahunnya mengalami
peningkatan, jelaslah bahwa penyakit/virus HIV sangat membahayakan bahkan
lambat laun bisa mematikan. Untuk itu kita semua harus selalu waspada dengan
cara menjauhkan diri dari segala perbuatan yang dapat menyebabkan penularan
HIV/AIDS, terutama sex bebas dalam arti tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
d.
Berbagai upaya
pendekatan serta peran pekerja sosial dalam penanganan masalah HIV/AIDS
dilakukan dengan berbagai cara diantaranya; sosiologi, ekologi, disipliner / multidisipliner.
Sedangkan untuk penanganan nya pekerja sosial berperan sebagai manajemen kasus
dalam artian seorang pekerja sosial mampu mengorganisir proses-proses
intervensi terhadap klien.
e.
Berdasarkan
hasil pemaparan di atas terhadap alternatif-alternatif kebijakan yang diajukan
dapat dipahami bahwa alternatif kebijakan yang terbaik adalah melakukan
pencegahan pada lingkungan agar tidak terkena penularan virus HIV/AIDS melalu
kampanya atau sosialisasi dan penyuluhan jarum suntik yang steril. Dalam
pelaksanaannya dapat melibatkan berbagai pihak seperti Dinas Kesehatan, Dinas
Pendidikan, Dinas Sosial, LSM, Tokoh agama dan Tokoh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Hurairah, 2008. Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat Model Strategi Pembangunan
Berbasis Kerakyatan, Bandung: Humaniora.
Abhe Antara,
2013. Teori Konspirasi, Peristiwa kasus isu politik Indonesia dan Dunia,
Jakarta: Mediakita.
Alan Cantwell,
dkk, 20008. Bom AIDS, terj. Ahmad Said (Semarang: Yayasan Nuran.
Benny Sujanto
dan Agus Ibraim. 2010. Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak
(Jakarta: Direktorat jenderal pelayanan
dan rehabilitasi social kemeterian republic Indonesia.
Departmen
Sosial RI. Pola Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Jakarta:Depsos RI.
Ditjen PP & PL Kemenkes RI
Irwan
Julianto,1996. 11 langkah Memahami AIDS. Yogyakarta: LP3Y.
KOMPAS. Narkotika
Suntik Akana Picu Ledakan HIV/AIDS di Yogyakarta. Jum’at 23 September
2013.
Larry May, dkk.
2001. Etika Terapan: Sebuah Pengantar Multikultural II, Yogyakarta: PT
Tiara Wacana.
Joel Gallant,
MD. MPH. 2010. 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS (Jakarta: PT
Indeks.
KOMPAS. Kasus
HIV/AIDS di Indonesia Terus Meningkat. Selasa 15 Februari 2005.
KOMPAS. Penyakit
Menluar: Penanganan HIV/AIDS Terhambat Stigma. Senin, 22 Juli 2013. Hal 13.
Miftachul Huda, 2009.
Pekerjaan Sosial & Kesejahteraan Sosial Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Suharto, Edi.
2004. Analisis Kebijakan Sosial Model dan Panduan Praktis. Bandung: STKS
Prees.
Sutaat.2003.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Usaha Kesejahteraan Sosial, Volume 8
Nomor 04 Desember 2003. Jakarta: Puslitbang Usaha Kesejahteraan Sosial
Departmen Sosial RI.
Waspada AIDS:
Kasus HIV/AIDS di Indonesia Lima Tahun ke Depan Akan Terus Bertambah (www.mediaindo.co.id)
Zubairi
Djoerban,1999. Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA. Yogyakarta:
Galang Press.
[1] Abu Hurairah, Pengorganisasian dan Pengembangan
Masyarakat Model Strategi Pembangunan Berbasis Kerakyatan, (Bandung:
Humaniora, 2008), h. 10.
[2] Elizabeth
Reid, HIV & AIDS Interkoneksi Global, etrj. Elly Wiriawan (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia, 1995), hlm. xvii.
[3] Edi Suharto. Analisis
Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta, 2012). Hlm. 201-202.
[5] Larry May,
dkk, Etika Terapan: Sebuah Pengantar Multikultural II, terj. Imron
Risyidi dan Zahra Nihayati (Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 2001), hlm. 169.
[6] Neni Endriani,
dalam seminar, Bahaya HIV AIDS di Lingkungan Sekitar, di Pondok Pesantren
Nurul Haramain Putra 26 Juli 2010.
[7] Joel Gallant,
MD. MPH, 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS (Jakarta: PT Indeks,
2010), hlm. 20.
[8] Data Dan
Informasi Lengkap Tentang AIDS di Indonesia serta link-link yang Membantu Pages). Diakses 22-10-2014.
[9] KOMPAS.
Penyakit Menluar: Penanganan HIV/AIDS Terhambat Stigma. Senin, 22 Juli
2013. Hal 13.
[10] Sumber :
Ditjen PP & PL Kemenkes RI
[11] Edi Suharto. Analisis
Kebijakan Publik (Bandung: Alfabeta, 2012). hlm. 204.
[12] Ibid.,
hlm. 204-205.
[13] Ibid., hlm.
205-206.
[14] Alan Cantwell,
dkk, Bom AIDS, terj. Ahmad Said (Semarang: Yayasan Nurani, 2008), hlm.
9.
[15] Ibid.,
hlm. 12.
[16] Ibid.,
hlm. 16.
[17] Ibid.,
hlm. 21.
[18] Abhe Antara. Teori
Konspirasi, Peristiwa Kasus Isu Politik Indonesia dan Dunia, (Jakarta:
Mediakita , 2013). hlm. 188.
[19] Ibid.,
hlm.79.
[20] Joel Gallant,
MD. MPH, 100 Tanya Jawab Mengenai HIV dan AIDS (Jakarta: PT Indeks,
2010), hlm. 190-200.
[21] Zubairi
Djoerban, Membidik AIDS: Ikhtiar Memahami HIV dan ODHA (Yogyakarta:
Galang Press, 1999), hlm. 11.
[22] Irwan
Julianto, 11 langkah Memahami AIDS (Yogyakarta LP3Y, 1996), hlm. 8.
[23] Draft Final,
Artikel: Strategi Penanggulangan HIV dan AIDS, dalam Komisis
Penanggulangan HIV dan AIDS.
[24] Ibid., hlm.
3.
[25] Ibid., hlm.
4.
[26] Ibid., hlm.
5.
[27] Ibid., hlm.
6.
[28] Edi
Suharto, Analisis Kebijakan Sosial
Model dan Panduan Praktis (Bandung: STKS Prees, 2004). hlm. 178.
[29] Neni Endriani,
dalam seminar, Bahaya HIV/AIDS di Lingkungan Sekitar, di Pondok
Pesantren Nurul Haramain Putra 26 Juli 2010.
[30] KPAN. Pemodelan Matematik
Epidemi HIV di Indonesia, 2010-2025, dalam. . dpuf Diakses 22-10-2014.
[31] Waspada
AIDS: Kasus HIV/AIDS di Indonesia Lima Tahun ke Depan Akan Terus Bertambah
(). Diakses
22-10-2014.
[32] Soetomo, Masalah
Sosial dan Upaya Pemecahannya (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), hlm.
361-362.
[33] Ibid., hlm.
152-153.
[34] Edi Suharto,
dkk. Pekerjaan Sosial Di Indonesia Sejarah dan Dinamika Perkembangan
(Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), hlm. 67.
[35] Edi Suharto,
dkk. Pekerjaan Sosial Di Indonesia Sejarah dan Dinamika Perkembangan
,….. hlm. 154.
[37] Benny Sujanto
dan Agus Ibraim, Pedoman Manajemen Kasus Perlindungan Anak (Jakarta: Direktorat jenderal pelayanan dan
rehabilitasi social kemeterian republik Indonesia, 2010), hlm. 50.
Saya Bagwasi Stella, saya didiagnosa HIV pada tahun 2015, saya telah mencoba semua cara yang mungkin untuk sembuh dari penyakit mematikan ini, tetapi terbukti gagal sampai saya melihat posting di forum kesehatan tentang kastor mantra yang gips penyembuhan herbal mantra untuk menyembuhkan semua jenis penyakit termasuk, Multiple Sclerosis, ALS, HIV AIDS, KANKER, lupus, Ghonorrhea, Syphillis, MND, rheumotoid, Herpes dll, pada awalnya saya meragukan hal itu tetapi memutuskan untuk mencobanya ketika saya menghubunginya, dia membantu saya melemparkan penyembuhan herbal mantra untuk HIV dan saya benar-benar sembuh dari penyakit mematikan dalam waktu 14 hari, hubungi penyembuh herbal ini kuat sekarang ke obat untuk segala jenis penyakit dapat disembuhkan melalui email-nya, DROZIEGBESPELLHOMECURE@GMAIL.COM memanggilnya atau Whatsapp +2348156769001
ReplyDeleteSaya memang sangat senang untuk hidup saya; Nama saya Vargas Cynthia Saya tidak pernah berpikir bahwa saya akan hidup di bumi sebelum tahun habis. Saya telah menderita penyakit mematikan (HIV) selama 5 tahun sekarang; Saya telah menghabiskan banyak uang pergi dari satu tempat ke yang lain, dari gereja ke gereja, rumah sakit telah setiap tinggal hari saya. cek konstan up telah hobi saya tidak sampai Bulan lalu, saya sedang mencari melalui internet, saya melihat kesaksian tentang bagaimana DR. Ben membantu seseorang dalam menyembuhkan penyakit HIV-nya, dengan cepat saya menyalin email-nya yang (drbenharbalhome@gmail.com).
ReplyDeleteSaya berbicara dengan dia, dia meminta saya untuk melakukan beberapa hal-hal tertentu yang saya lakukan, dia mengatakan kepada saya bahwa ia akan memberikan herbal untuk saya, yang dia lakukan, maka dia meminta saya untuk pergi untuk pemeriksaan medis setelah beberapa hari setelah menggunakan obat herbal, saya bebas dari penyakit mematikan, ia hanya meminta saya untuk posting kesaksian melalui seluruh dunia, dengan setia saya lakukan sekarang, silakan saudara-saudara, dia besar, aku berutang padanya dalam hidup saya. jika Anda memiliki masalah yang sama hanya email dia di (drbenharbalhome@gmail.com) atau hanya WhatsApp dia di: + 2348144631509.He juga dapat menyembuhkan penyakit seperti kanker, Diabeties, Herpes. Dll Anda bisa menghubungi saya di email: vargascynthiamaye1995@gmail.com
BERITA BAIK !!!
ReplyDeleteNama saya Maria. Saya mahu menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman supaya berhati-hati kerana ada penipuan di mana-mana. Beberapa bulan yang lalu saya tegang secara kewangan, dan tanpa harapan, saya telah ditipu oleh beberapa pemberi pinjaman dalam talian. Saya hampir kehilangan harapan sehingga Tuhan menggunakan kawan saya yang merujuk saya kepada peminjam yang sangat dipercayai yang disebut LOOR GLORIA S SAHAM yang meminjamkan wang tanpa tekanan atau tekanan dengan kadar faedah hanya 2%.
Saya sangat terkejut apabila saya memeriksa baki akaun bank saya dan mendapati bahawa jumlah yang saya gunakan untuk menghantar terus ke akaun saya tanpa berlengah-lengah. Kerana saya berjanji bahawa saya akan berkongsi berita baik agar orang dapat mendapatkan pinjaman mudah tanpa tekanan. Jadi, jika anda memerlukan sebarang pinjaman, sila hubungi beliau melalui e-mel: gloriasloancompany@gmail.com dan oleh rahmat Tuhan dia tidak akan pernah mengecewakan anda dalam mendapatkan pinjaman jika anda mematuhi perintahnya.
Anda juga boleh menghubungi saya di e-mel saya: mariababamore002@gmail.com Semua yang saya lakukan adalah cuba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya yang saya hantar terus ke akaun bulanan.