KETUA GEMA NW YOGYAKARTA
Irawan adalah ketua GEMA NW Yogyakarta saat ini.
MAULANA SYEKH TGKH M.ZAINUDDIN ABDUL MADJID
Pendiri utama Nahdlatul Wathan.
STRUKTUR GEMA NW
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Futsalan Bareng
Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.
Friday, December 19, 2014
Friday, November 21, 2014
Pemberdayaan (Oleh) Masyarakat (Suatu Pengantar)
Telah banyak orang yang menulis tentang pemberdayaan dengan konsep
selangit dan retorika yang tak terbatas, namun kita masih kekurangan aplikasi
dari semua itu, kita membutuhkan kerja kongkrit untuk turun lapangan, bukan
hanya bermain kata-kata. Pemberdayaan yang diartikan sebagai menguatkan atau
menjadi masyarakat berdaya dalam hidupnya, memang kini merupakan sesuatu yang
tidak bisa ditunda-tunda lagi.
Saya pribadi sudah mengamati beberapa lembaga pengabdian, dan
diantaranya saya juga ikut terjun di dalamnya. Ada beberapa persoalan mendasar
yang kita hadapai ketika terjun di lapangan, yang paling terlihat jelas itu
adalah pembedayaan yang menjadikan masyarakat hanya sebagai objek, mereka
menggunakan istilah “Pemberdayaan Masyarakat” yang sering kali disingkat PM.
Ketika masyarakat dijadikan sebagai objek, pemberdayaan hanyalah
sebuah formalitas tanpa hasil yang jelas. Iya demikianlah kesimpulan saya
setelah mengikuti beberapa program pengabdian masyarakat. Jika kita
memposisikan masyarakat hanya sebagai objek, maka relawan (atau pengabdi) hanya
akan memberikan bantuan konsep maupun tenaga dengan skala waktu tertentu. Jika
ukuran waktu itu telah habis, maka proses di masyarakat juga selesai, dengan
demikian aktivitas tersebut, hanya dikatan program pengabdian kepada
masyarakat, bukan pemberdayaan.
Demikianlah kenapa kemudian saya mengajukan sebuah pandangan, bahwa
istilah pemberdayaan masyarakat harus ditambah kata “oleh” diantara kedua kata
tersebut, jadi redaksi yang kita gunakan adalah “pemberdayaan oleh masyarakat”.
hal ini agar masyarakat tidak terkesan menjadi objek, tapi juga sebagai subjek
aktivitas pemberdayaan.
Jika kita menelususri kata pemberdayaan, kata tersebut berasal dari
kata berdaya yang memiliki imbuhan pem dan an. Sementara
berdaya itu sendiri memiliki asal kata daya. Daya dimaknakan sebagai
sebuah kekuatan yang ada dalam diri maupun kelompok. Dengan daya itulah
seseorang maupun kelompok bisa bergerak. Dengan demikian pemberdayaan itu
tentulah tugas yang tidak hanya menyangkut “luaran” diri seseorang maupun
kelompok, tapi juga hal-hal yang bersifat internal seperti psikologis seseorang
dan struktur dalam komunitas.
Dalam menjadikan masyarakat sebagai subjek, kita harus membagi
pemberdayaan itu ke dalam dua hal, pemberdayaan individu dan pemeberdayaan
kelompok. Pemberdayaan individu ditunjukkan kepada bagaimana membangun mental
seseorang, sehingga dia mampu memiliki daya, yang mana nantinya hal tersebut
akan dia tularkan kepada orang-orang disekitarnya. Pemberdayaan individu ini
tentunya sangat erat kaitannya dengan penanaman spiritualitas pada diri
seseorang, dalam hal ini, pemberdaya (relawan) harus memiliki kemampuan yang
sifatnya psikologis.
Secara teoritis, memang wacana untuk menekankan aspek spiritualitas
dalam melakukan suatu kegiatan pengembangan masyarakat telah banyak dicanangkan,
misalnya saja sebagaimana yang dikonsepsikan Jim Ife dalam Teori
Pengembangan Masyarakatnya. Namun demikian, sebagaimana yang saya katakan
dimuka, kendala terbesar suatu pemberdayaan itu adalah minimnya aplikasi
konsep. Artinya, konsep kita sudah begitu banyak, namun realitasnya masih saja
jauh panggang dari api.
Sejauh ini, konsep pemberdayaan kita hanya menyentuh tataran
komunal, sehingga aspek-aspek penting dalam individu seseorang tidak terjamah,
padahal hal itu sangat menentukan nantinya ketika kita akan membentuk struktur
pemberdayaan dalam hal komunal masyarakatnya. Artinya ada dua tahapan dalam
pemberdayaan, tahapan individu dan tahapan kelompok.
Pemeberdayaan individu haruslah matang, setelahnya barulah bisa
dilanjutkan dengan pemberdayaan kelompok. Dalam tingkatan ini, pemberdayaan
hanya mencakup bagaimana menghubungkan satu individu dengan individu lain untuk
saling bekerjasama dalam rangka menemukan inovasi-inovasi maupun menyelesaikan
problem-problem yang ada di masyarakat. Artinya, struktur pemberdayaan nantinya
akan dibangung melalui komposisi individu-individu yang matang.
Dalam tulisan ini saya ingin menyinggung sedikit tentang sosok
pemberdaya yang menerapkan model pemberdayaan sebagaimana di atas, sebut saja
Pak Izar. Dia adalah seorang pemberdaya sejati, dia berasal dari Sidoarjo namun
untuk kepentingan pemberdayaan dia telah menggadaikan dirinya untuk berjuang
dan kini tinggal di Malang Selatan, Bajulmati.
Salah satu model pemberdayaan individu yang dilakukannya adalah
membekali generasi muda dengan ilmu-ilmu agama (pendidikan). Uniknya,
pendidikan yang beliau gagas cukup menarik, Pak Izar menerapkan konsep sekolah
alam, dimana peserta didik di samping menerima materi-materi pelajaran dari
buku, juga diajak untuk melakukan tadabbur alam dengan cara menelusuri
sungai, mendaki gunung, juga mebersihkan pantai.
Hasil yang diperolah dari konsep pemberdayaan seperti ini juga
cukup signifikan, Bajulmati kini bisa bernafas sedikit lega, karena disamping
akses jalan yang sudah bagus akibat lobi-lobi birokasi oleh sang pemberdaya,
juga karena mereka memiliki “tabungan emas” untuk generasi yang akan datang.
Generasi emas inilah nantinya yang akan membentuk sebuah jaring pemberdayaan
yang kuat (karena berakar pada individu), sehingga urusan pemberdayaan kelompok
tidak terlalu berat.
Tentunya, pemberdayaan individu dan kelompok ini sebenarnya adalah
satu, keduanya merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dalam menerapkan
konsep “pemberdayaan oleh masyarakat”. Dalam konsep ini, sekali lagi,
masyarakat tidak dijadikan sebagai objek semata, tapi juga berperan sebagai
subjek, artinya masyarakat untuk masyarakat. Dengan demikianlah pemberdayaan
yang sesungguhnya itu bisa tercapai. Semoga!
Ditulis oleh: Muhammad War'i
Semiotika Jidat Hitam
Jidat hitam belakangan ini menjadi trand di beberapa kelompok atau komunitas. Orang-orang ketika melihat seseorang yang memiliki jidat yang hitam, maka pandangan atau pikiran mereka pasti akan merujuk kepada suatu kelompok yang kebanyakan pengikutnya berjidat hitam. Tanpa ingin menyebut merek kelompok tersebut, saya ingin membincang terkait fenomena jidat hitam tersebut. Tulisan ini hanyalah sebuah perbicangan semiotik yang ingin saya hadirkan sebagai diskusi kecil kita pagi ini.
Jidat hitam, secara ideologi sebenarnya salah satu tanda
seorang yang rajin beribadah. Ini terdapat dalam ayat terakhir dalam surat al-fath.
Kata atsaris sujud dalam ayat tersebut seringkali diinterpretasikan
dengan jidat hitam. Iyah ini cukup rasional karena semakin sering seseorang
sujud, maka akan terlihat tanda dari aktivitas tersebut berupa hitam sebagai
konsekuensi alamiah jika pergesekan antara benda terjadi (antara kening dan
tempat sujud).
Dewasa ini cukup banyak orang yang memiliki jidat hitam,
apakah itu karena ketekunan ibadah ataupun yang lainnya. Biasanya beberapa
kelompok dalam islam menjadikan hal tersebut sebagai identitas, artinya jika
belum hitam keningnya maka keanggotaanya masih dipertanyakan. Kenyatan semacam
ini membuat tanda jidat hitam (atsaris sujud) mengalami premordialisasi,
yakni berupa penyempitan makna ketaatan beragama. seseorang yang memiliki jidat
hitam sering kali dinilai sebagai seorang yang tekun ibadah atau menjadi bagian
dari kelompok ideologi tertentu, padahal jidat hitam kadang kala bukan karena
ketekunan ibadah, namun mungkin pernah kecelakaan dan sebagainya.
Memiliki jidat hitam bukanlah suatu yang patut dibanggakan,
karena ukuran ketaatan seseorang bukanlah pada simbol-simbol yang diciptakan
manusia, tapi pada bagaimana intraksi manusia dengan Tuhannya secara vertikal
serta manusia lainnya secara horizontal. Bahkan sering kali memiliki jidat
hitam menjadi guyonan beberapa orang. Saya pribadi (tanpa sadar ternyata saya
memiliki jidat hitam) sering kali digurau oleh teman saya, katanya “engkau
lebih pantas menggunakan baju koko dan celana panjang yang berukuran di atas
mata kaki.”
Menanggapi hal tersebut, saya selalu mengarang cerita (untuk
menghindari diri dari dikatakan kelompok tertentu), saya katakan bahwa tanda
hitam di kening saya bukanlah karena saya rajin ibadah solat, tapi karena
pernah kecelakaan. (ini sebenarnya dikarang oleh teman saya sendiri) dulu saat
SMA saya ikut dalam klub pertandingan futsal, ketika akan mengheding bola,
ternyata bolanya diambil kiper duluan dan akhirnya kening saya justru menyudul
tiang gawang. Tentang cerita ini, seorang yang sebenarnya ingin meledek saya,
justru dibuat tertawa. Ah, aku pun sering ikut tertawa.
Terlepas dari semua itu, tanda jidat hitam sebenarnya tidak
perlu dipermasalahkan, karena ketika itu adalah tanda seorang rajin ibadah,
maka tentu itu adalah kebaikan, dan jika tanda itu karena kecelakaan tentu itu
adalah kecerobohan. Maka dari itu yah biarkan saja toh semua memiliki tanda
masing-masing untuk memaknai diri di hadapan Tuhan.
Tapi kemudian saya tertarik mengkaji jidat hitam secara
semiotika. (hemmm, sambil memperbaiki kerah baju) dalam hal ini meminjam teori Roland
Barthes tentang kode. Dia membagi kode itu menjadi lima macam. Dalam hal
ini saya hanya menyebutkan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu kode
semik. Kode semik atau kode konotatif adalah makna yang muncul dari proses
interpretasi tanda karena adanya tema yang diketahui sebelumnya oleh pembaca
tanda.
Nah, kembali kepada kasus jidat hitam, jika menggunakan kode
semik ala Barthes, maka munculnya interpretasi jidat hitam sebagai tanda
ketaatan beragama sangat dipengaruhi oleh pemahaman sebelumnya, bahwa orang
yang memiliki tanda seperti itu biasanya adalah orang yang rajin solat. Namun
interpretasi ini kemudian bergeser, yang sebelumnya menunjukkan demikian
menjadi identitas kelompok tertentu. Interpretasi kedua ini juga dipengaruhi
oleh pengetahuan pembaca tanda (jidat hitam) bahwa orang yang memiliki tanda
demikian itu adalah anggota golongan ini atau itu. Dengan demikian, terjadi
pergeseran paradigma (silahkan baca Thomas Khun).
Model interpretasi seperti ini membuat saya cendrung
memahami bahwa fenomena jidat hitam memiliki dua konsekuensi, yang pertama
seorang yang berjidat hitam cendrung diolok-olok, atau jika tidak demikian,
cendrung dimasukkan ke dalam golongan tertentu. Ini adalah pemahaman yang saya
tangkap dari beberapa intraksi sosial yang saya lakukan. Namun masih tersisa
satu interpretasi yang mungkin sifatnya subjektif dan kalaim kebenaran
kelompok. Kelompok yang menjadikan jidat hitam sebagai identitas penting di
dalam kelompoknya memaknakan hal tersebut sebagai lambang ketaatan, mungkin
saja ini dipengaruhi oleh ayat terakhir dalam surat al-Fath yang saya kemukakan
di atas.
Jidat hitam, akhirnya kembali kepada pemahaman
masing-masing, menurut latar interpretasi yang dimiliki seorang pengamat tanda.
Apakah kita mau memaknakan itu sebagai ketaatan beragama atau bekas insiden
kecelakaan, terserah! toh kita sama-sama punya urusan untuk memaknai setiap
laku gerak kita dengan hal yang sebaik-baiknya. Tanda hanya gambaran yang bisa
dibaca manusia dengan jutaan interpretasi yang dipastikan terjadi perbedaan di
dalamnya.
Tuesday, November 18, 2014
TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok ulama karismatik yang penting dalam sejarah perjuangan dan pembaharuan Islam di Indonesia
oleh: irawan
ABSTRAK
Pembaharuan Islam, merupakan suatu istilah yang perlu kita kaji
kembali, persoalan pembaharuan Islam berimplikasi kepada bagaimana model dan
cara dalam berfikir, beribadah, serta aktualisasi keIslama itu sendiri.
Pembaharuan Islam masih perlu dikaji lagi dikarenakan masih perlunya model
pembaharuan Islam yang baru yang sesuai dengan konteks masa kini.
Pembaharuan Islam di dunia mempengaruhi pola pikir ummat IslamIndonesia
yang di mulai pada abad ke duapuluhan, antara tradisi setempat dengan budaya
baru dalam Islam sering kali menjadi perdebatan, apakah bidah ataukah yang
disebut kontekstualisasi Islam, maka disinilah peran pembaharu untuk memurnikan
ajaran Islam itu sendiri.
TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid merupakan sosok ulama karismatik
yang penting dalam sejarah perjuangan dan pembaharuan Islam di Indonesia.
Gagasan dan ide pembharuannya baik dalam ranah teologis, politik, dan sosial
memberikan inspirasi bagi umat IslamIndonesia dan Lombok khususnya, namun dalam
kancah nasiaonal sering kali TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid terlupakan. Hal
inilah yang menarik para peneliti untuk mengkaji lebih dalam tentang TGH. M.
Zainuddin Abdul Madjid, namun sejauh penelusuran penulis belum banyak yang
mengaji tentang sisi pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, meskipun
ada itupun hanya kilasan biografis yang masih perlu menurut penulis meneliti
lebih mendalam.
Rumusan pokok permasalahan yang
dibahas dalam penelitian ini yaitu bagaimana genalogi pemikiran
pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, dan bagaimna konsep
pembaharuan IslamTGH. M. Zainuddin Abdul Madjid, serta bagaimana implementasi
pemikiran TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid dalam konteks sosial mayarakat
Lombok?. Adapun jenis penelitian yang
digunakan berupa kajian pustaka (library research) yaitu penelitian yang
bersumberpada penelitian terdahulu.
Penelitian ini menekankan sumber informasi dari karya-karya asli TGH. M.
Zainuddin Abdul Madjid ataupun penelitian sekunder yang berbentuk buku, majalah
dll, yang berkaitan dengan penelitian ini dan penelitian ini memakai pendekatan
historis teologis.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pengaruh
lingkungan tempat TGH. M. Zainuddin Abdul Madjid sekolah memberikan dukungan
penuh bagi bangunan ide pembaharuan Islam yang ia bangun. Secara kalam TGH. M.
Zainuddin Abdul Madjid menganut paham Ahl
Sunnah Wal Jama'ah dan implementasi pembahrunnya ada pada ranah telogis,
politik, dan sosial yang dapat terlihat sampai sekarang.
form
1:26 PM
No comments
2/28/2014 Div isi Humas GEMA NW. Sek ertariat: Jl. Kusumanegara. No. 122 Yogy ak arta. Telp. 081997638394. (Fb; Gema NW Yogy ak arta) - Google Driv e
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 1/2
FORM SENSUS ANGGOTA GEMA NW YOGYAKARTA
I ni merupakan f ormulir sensus anggot a GEMA NW - Yogyakart a. Wajib diisi oleh semua anggot a
GEMA NW t anpa t erkecuali, unt uk memudahkan koordinasi dan inf ormasi t t d DI VI SI HUMAS GEMA
NW
1. NAMA LENGKAP
2. TTL
3. STATUS
Mark only one oval.
LAKI
PEREMPUAN
4. ALAMAT ASAL
5. ALAMAT YOGYAKARTA
6. SD/MI
7. SMP/MTs
2/28/2014 Div isi Humas GEMA NW. Sek ertariat: Jl. Kusumanegara. No. 122 Yogy ak arta. Telp. 081997638394. (Fb; Gema NW Yogy ak arta) - Google Driv e
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 2/2
P ow ered by
8. SMA/MA
9. PENDIDIKAN TERAKHIR
10. UNI VERSI TAS/ INSTI TUSI
11. FAKULTAS
12. JURUSAN
13. NO HP / EMAI L / FACEBOOK
Semuanya di isi
14. PIN
Jika ada
15. PEKERJAAN
16. HOBI
17. KRI TIK DAN SARAN
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 1/2
FORM SENSUS ANGGOTA GEMA NW YOGYAKARTA
I ni merupakan f ormulir sensus anggot a GEMA NW - Yogyakart a. Wajib diisi oleh semua anggot a
GEMA NW t anpa t erkecuali, unt uk memudahkan koordinasi dan inf ormasi t t d DI VI SI HUMAS GEMA
NW
1. NAMA LENGKAP
2. TTL
3. STATUS
Mark only one oval.
LAKI
PEREMPUAN
4. ALAMAT ASAL
5. ALAMAT YOGYAKARTA
6. SD/MI
7. SMP/MTs
2/28/2014 Div isi Humas GEMA NW. Sek ertariat: Jl. Kusumanegara. No. 122 Yogy ak arta. Telp. 081997638394. (Fb; Gema NW Yogy ak arta) - Google Driv e
https://docs.google.com/forms/d/1w hhC8LTZi8sIi6RGZBZDh0NPO8gS60EaRNQ4o2BYZ08/edit 2/2
P ow ered by
8. SMA/MA
9. PENDIDIKAN TERAKHIR
10. UNI VERSI TAS/ INSTI TUSI
11. FAKULTAS
12. JURUSAN
13. NO HP / EMAI L / FACEBOOK
Semuanya di isi
14. PIN
Jika ada
15. PEKERJAAN
16. HOBI
17. KRI TIK DAN SARAN
Pemikiran Tuan Guru Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Tentang Pendidikan Islam Perempuan Dan Implementasinya di Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah di Lombok, Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
ABSTRAK
Ulyan Nasri, Pemikiran Tuan Guru
Kiai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Tentang Pendidikan Islam Perempuan
Dan Implementasinya di Madrasah Nahdlatul Banat Diniyah Islamiyah di Lombok,
Tesis, Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2014.
Kegelisahan akademik penulis
sehingga menarik untuk diteliti yaitu Pertama, berangkat dari refleksi
historis tentang Madrasah NBDI yang didirikan pada tahun 1943. Di mana pada
tahun 1942-1945 merupakan tahun berkuasanya imperialisme Jepang. Di masa
kolonialisme Jepang, lembaga pendidikan Islam (madrasah) mendapat ancaman
ditutup. Kedua, faktor budaya patriarkhi yang beranggapan bahwa
perempuan diasumsikan berada hanya didomain domestik an sich dan
perempuan tidak diberikan kebebasan untuk keluar dan sekolah karena diklaim
melanggar adat, serta perempuan lebih dominan mendapat diskriminasi (violence),
marginalisasi, subordinasi, double burden dan streotipe Ketiga,
lembaga pendidikan Islam formal belum ada.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
data deskriptif kualitatif dan penelitian ini adalah kajian historis, sumber
data primer, yaitu karyanya dalam Wasiat Renungan Masa I dan II. Sedangkan
sumber data sekunder, yaitu buku-buku yang telah mengkaji pemikiran Zainuddin
dan buku-buku yang berkaitan. Teknik penggalian data menggunakan metode
wawancara tidak struktur (tidak tertulis), observasi, dan dokumentasi. Kemudian
pendekatannya menggunakan
pendekatan sosio-historis.
Teori yang digunakan untuk menyoroti pemikiran
Zainuddin adalah teori pendidikan, pendidikan Islam, Islam dan pendidikan
perempuan, dan pendidikan berwawasan gender. Teori tentang keseteraan,
demokrasi, keadilan, dan kebebasan dalam memperoleh pendidikan merupakan klasifikasi
teori yang ditawarkan oleh Muhammad Athiyah al-Abrasyi merupakan teori yang
digunakan untuk menganalsis pemikiran Zainuddin. Sedangkan teori tentang
pendidikan berwawasan gender yang ditawarkan Mansour Fakih tentang keadilan
bagi kedua jenis dalam memperoleh pendidikan merupakan teori yang digunakan
untuk mencari relevansi pemikiran Zainuddin.
Hasil penelitian dalam tesis ini secara eksplisit pemikirannya tentang
perempuan dapat dibagi menjadi dua paradigma yaitu, pandangan teologis dan
sosiologis. Pertama, pandangan teologisnya, berangkat dari salah satu
hadis yang mewajibkan laki-laki dan perempaun untuk menuntut ilmu. Kedua,
pandangan sosiologisnya sehingga Zanuddin melakukan emansipasi perempuan untuk
mendapatkan pendidikan dilatarbelakangi dengan kondisi perempuan yang
terbelakang dari aspek pendidikan, karena faktor budaya patriarki.
Implementasi pemikiran Zainuddin
teraktualisasi melalui dua lembaga pendidikan Islam yaitu madarasah NWDI untuk
kaum laki-laki dan madrasah NBDI untuk kaum perempuan, dua lembaga ini
merupakan bukti historis yang memliliki nilai keadilan gender dalam pendidikan,
maka apabila direlevansikan pemikiran Zainuddin dengan konsep pendidikan
berwawasan gender jelas memiliki keterkaitan, karena istilah gender lahir
berdasarkan faktor ketidakadilan bagi salah satu jenis kelamin. Keadilan bagi
kedua jenis dalam aspek pendidikan dapat dilihat dari dua lembaga pendidikan
Islam yang didirikannya.
Kata Kunci:
Pemikiran TGKH. M. Zainuddin AM, Pendidikan Berwawasan Gender
Thursday, November 6, 2014
Diskripsi
Devisi riset dan pengenmbangan GEMA NW
Divisi Riset dan Pengembangan Program adalah
salah satu divisi yang ada di LPPI dan berada dibawah naungan serta koordinasi
Direksi LPPI Bidang I dengan kegiatan utamanya riset dan pengembangan program.
Tugas pokok divisi, antara lain menyelenggarakan kegiatan riset, baik dalam
rangka pengembangan program-program yang dilaksanakan oleh Lembaga maupun dalam
rangka memberikan jasa riset/penelitian yang disediakan untuk industri
perbankan dan jasa keuangan.
Divisi Riset dan Pengembangan Program juga
memiliki Tim Peneliti dan Pengembangan Program yang bertugas melakukan
penelitian dan pengembangan modul pelatihan bidang manajemen, leadership,
strategi bisnis dan operasional bank, termasuk merumuskan standar materi/bahan
ajar dan menjaga kualitas pengajar.
Untuk melengkapi wacana terhadap perkembangan
kondisi perbankan di tanah air, Divisi Riset dan Pengembangan Program juga
memiliki Bagian Operasional Riset dan Pengembangan Program dengan tugas pokok
menyelenggarakan proyek-proyek riset dan pengembangan program, termasuk
pengelolaan perpustakaan dan dokumentasi.
GEMA NW YOGYAKARTA
Cendikiawan
Muda, pelajar dan tokoh-tokoh Nahdlatul Wathan di Yogyakarta merupakan salah
satu komponen ONW yang juga turut aktif dalam mengawal dan melaksanakan perjuagan
NW sejak zaman reformasi hingga saat ini. Peran aktif cendikiawan muda, pelajar
dan tokoh-tokoh NW di Yogyakarta telah melakukan tugas-tugas perjuangannya
terutama melalu riset-riset akademis yang kemudian ahir-ahir ini kami bentuk
dengan nama NW Studies College atau NWSC di Yogyakarta.
Cendikiawan
Muda sebagai soko guru bangsa yang menentukan arah pembanguna harus sejak dini
diperkenalkan dengan pendidikan berwawasan global dan kepemimpinan. Dan
sudah saatnya sekarang Cendikiawan Muda NW di Yogyakarta dapat menciptakan
lapangan pekerjaan demi perwujudan NW masa depan yang mandiri,
kretaif-inovatif dan tentuantif-nuantuif.
Dengan
semangat untuk turut mewarisi semangat perjuangan pembangunan NW yang telah
dirintis dan dilakukan oleh para tokoh awal pendiri NW untuk dikembangkan di
Yogyakarta, maka tepat pada tanggal 23 Juni 2013 terbentuklah Gerakan
Intelektual Muda (GEMA) NW Yogyakarta sebagai wadah organisasi kemahasiswaan.
Di awal kelahirnnya, GEMA NW Y berharap mampu mempersatukan semua cendikiawan
muda, pelajar, mahasiswa dan seluruh simpatisan NW yang ada di berbagai wilayah
Yogyakarta yang notabenenya berasal dari dua NW (Pancor dan Anjani). Begitu
juga harapan besar untuk memperkokoh keutuhan dan kesatuan NW di Indonesia.
I. Profil Singkat Gerakan Intelektual
Muda (Gema) Nw Yogyakarta
Nama Organisasi:
Gerkan Intelektual Muda ( GEMA) NW
Yogyakarta
Proses Pembentukan Awal
DI awal tahun 2010-an bersama rekan-rekan berkumpul
di Gedung Convensional Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang kebetulan saat
itu menghadiri salah satu seminar internasional. Saat itu juga sudah sudah
mulai tersebar kajian-kajian NW yang kemudian menjadi salah satu mata kuliah di
kelas kami Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga. Dalam hati kami terfikir, selama ini
keilmuan NW di Yogyakarta masih terpisah-pisah dalam riset personal. Kami
kemudian berinisiatif menyatukannnya dengan harapan kajian NW secara akademis
menjadi lebih tersistematis dan berkesinambungan. Seminggu berikutnya
kami berkumpul lagi di Asrama Ashari jln. Kusumanegara hingga pembicaraan kea
rah GEMA NW yang dulunya Gerakan Mahasiswa NW Yogyakarta_yang saat itu masih
bersifat seremonial. Akan tetapi sempat terhenti karena alas an akademis dari
masing-masing kawan. Kajian-kajian NW pun sepi hingga memasuki 2012.
Ditahuan 2013 tepatnya awal bulan Juni, salah satu
mahasiswa S1 Akidah Filsafat UIN SUKA mengundang kami dalam acara
bincang-bincang untuk arah ke pembentukan organisasi. Forum saat itu kurang
lebih 8 orang yang berasal dari berbagai universitas, UGM, UIN, UNY, UAD,
STIKES dan sebagainya. Mereka cukup apresiatif_yang walaupun ada sedikit Tarik
ulur dan akhirnya forum menyepakati terbentuknya lagi organisasi yang membawahi
semua pelajar NW yang ada di Yogyakarta.
Untuk alasan penyempurnaan,
bersama 7 orang kawan mengadakan pertemuan 2 hari berikutnya di salah satu kos
mahasiswa S1 dan lahirlah beberapa keputusan yakni: 7 orang itu diberi nama tim
perintis atau dewan pendiri serta pembincaraan mengenai PKP ( Persiapan Kongres
Perdana) GEMA NW melalui perumusan AD/ART.
Setelah mencapai
kesepakatan, dilanjutkan dengan pembentukan nama organisasi yang awalnya
mengusulkan HIMMAH NW yang bernaung di HIMMAH pusat. Akan tetapi karena alasan
kepengurusan dimana kita memiliki dua PBNW, maka diusulkan menajdi IMNW. Nama
ini juga masih menjadi perdebatan dnegan pelbagai alasan struktural dan
fungsional. Akhirnya setelah melalui
proses perdebatan dan studi kelayakan, maka diusulkanlah GEMA NW Y yang
kemudian disingkat dengan Gerakan Intelektual Muda Nahdlatul Wathan Yogyakarta.
Pembahasan draf AD/ART itu memakan waktu kurang lebih 3 hari dan tepatnya hari
Ahad, 30 Juni dilaksanakan pembahasan AD/ART yang menghasilkan beberapa
keputusan yang telah tercantum di AD/ART itu sendiri. Sekaligus penetapan PKP
GEMA NW.
Tepatnya hari Rabu, 3 Juli
dilaksanakannya Kongres Perdana GEMA NW Yogyakarta yang bertempat di Asrama NTB
dengan menghasilkan beberapa keputusan yakni pembentukan pengurus harian yang
terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara dan beberapa keputusan lainnya
seperti devisi-devisi
Tujuan:
Sesuai dengan Anggaran Dasar PPI Yogyakarta, tujuan dibentuknya organisasi adalah untuk mewujudkan insan yang beriman,
berilmu, beramal, bertanggung serta memmiliki keluasan intelektul.
GEMA NW Yogyakarta sebagai organisasi yang mewadahi mahasiswa di Yogyakarta
juga merupakan sarana membangun kesalihan integral yang memiliki jiwa
integratif-religius di kalangan pelajar dan masyarakat, memelihara martabat dan
derajat bangsa. Disamping
itu, GEMA NW Yogyakarta sebagai
organisasi kepelajaran berorientasi pada pengembangan riset
sosial-keagamaan dan kreatifitas
pelajar NW di Yogyakarta.
Kantor
Pusat:
Kantor
pusat GEMA NW Yogyakarta
berada di wilayah Yogyakarta yang menjadi pengurus pusat. Saat ini berada
di jl. Kusumanegara No. 122 Yogyakarta telp. 081997638394